digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB 1 Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 5 Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Alfred Christopher Gurning
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

Indonesia berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, dengan target pengurangan tambahan sebesar 41% bergantung pada dukungan internasional. Namun, sekitar 40% pembangkit listrik Indonesia saat ini berasal dari batu bara, sehingga sulit bagi negara untuk mencapai tujuan iklimnya. Selama transisi ini, Indonesia harus berurusan dengan aset yang terlantar, seperti tambang batu bara, pembangkit listrik tenaga batu bara, dan infrastruktur terkait, yang dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi investor di industri batu bara dan berimplikasi pada ketenagakerjaan dan ketahanan energi. Oleh karena itu, Indonesia harus mengembangkan strategi transisi yang melibatkan penghapusan batu bara secara bertahap dan transisi yang adil bagi karyawan dan masyarakat yang terkena dampak. Untuk mendukung Indonesia dalam mengembangkan strategi transisi, studi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data tentang strategi bisnis dan rekomendasi kebijakan publik untuk mencegah aset yang terlantar dalam rantai nilai batubara dan mencapai transisi batubara yang adil dan nol bersih di Indonesia. Data akan diperoleh dengan menggunakan metodologi studi desktop, dan berbagai teknik analisis, termasuk perencanaan skenario, analisis SWOT, dan analisis PESTEL, akan digunakan untuk menganalisis data yang terkumpul. Metode analisis ini akan membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor kontekstual yang relevan dan memandu pengembangan strategi bisnis dan kebijakan yang efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat rekomendasi kebijakan publik dan strategi bisnis. Studi ini menemukan bahwa menciptakan kerangka kerja kebijakan iklim yang efektif memerlukan penggabungan sejumlah elemen, termasuk penetapan tujuan energi bersih dan perpajakan emisi karbon. Juga direkomendasikan adalah pembentukan Komite Perubahan Iklim yang terdiri dari para ahli yang diakui untuk memberikan saran dan panduan tentang isu-isu tertentu. Untuk mengurangi ketergantungan pada industri batu bara, strategi diversifikasi ekonomi harus diterapkan, seperti menggunakan kembali aset yang terlantar, mengembangkan rencana transisi yang adil, dan mendidik serta melatih individu yang terkena dampak untuk disiplin lain. Selain itu, peraturan harus diberlakukan untuk mendorong investasi di perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan energi terbarukan. Untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dan mencapai target net-zero emisi gas rumah kaca, diperlukan kepemimpinan global dan upaya kolaboratif. Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa perusahaan tambang batu bara dapat menjadi lebih ramah lingkungan dengan berinvestasi pada energi bersih, pengelolaan limbah, dan penggunaan lahan berkelanjutan untuk mendiversifikasi aliran pendapatan mereka. Mereka juga harus membentuk kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pemerintah untuk memasuki pasar baru dan mematuhi peraturan. Menekankan transparansi, keberlanjutan, dan praktik bisnis yang bertanggung jawab akan membantu bisnis dalam membangun hubungan yang kuat dengan segmen konsumen baru. Menanggapi permintaan mineral esensial, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengalihkan fokus mereka dari penambangan batubara ke penambangan mineral kritis dan membangun aliansi dengan entitas lain dalam industri pertambangan. Selain itu, studi ini menemukan bahwa ada lima tahap yang dapat dilakukan utilitas untuk beralih ke sumber energi bersih. Rekomendasi dimulai dengan perumusan strategi inovasi, diikuti dengan pembentukan kemitraan penting dengan perusahaan energi bersih. Selain memupuk budaya kolaborasi, berinvestasi dalam transformasi digital, dan mengutamakan koneksi dan edukasi konsumen, perusahaan juga harus memupuk budaya kolaborasi. Dengan demikian, utilitas dapat memantapkan dirinya sebagai pemimpin dalam industri energi bersih, mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil, dan meningkatkan kedudukannya di antara konsumen yang sadar lingkungan.