Teluk Jakarta seringkali terpantau mengalami algal blooms. Pengelolaan kualitas
perairan untuk mencegah dampak buruk terhadap ekosistem penting dilakukan.
Klorofil-a (Chl-a) adalah indikator dari fitoplankton yang dapat digunakan untuk
mengamati variabilitas fitoplankton di wilayah perairan. Untuk itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui variabilitas spasial dan temporal Chl-a di Teluk Jakarta
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor yang diamati dalam penelitian ini yaitu suhu permukaan laut (SPL), curah
hujan, dan tata guna lahan. Data yang digunakan yaitu citra satelit level 3 dari AquaMODIS untuk parameter Chl-a dan SPL bulanan dan klimatologi. Data citra satelit
diolah menjadi peta sebaran konsentrasi Chl-a dan SPL dan time series. Data curah
hujan bulanan dari empat stasiun hujan diolah menggunakan metode aritmatik.
Time series Chl-a, SPL, dan curah hujan meliputi bulanan, klimatologi, dan
anomali. Sedangkan data tata guna lahan sektor domestik, pertanian, peternakan,
dan perikanan budidaya dikonversikan menjadi prediksi potensi emisi nutrien.
Variabilitas data kemudian dianalisis spasial dan temporal secara deskriptif,
musiman, dan antar tahunan. Untuk memperkuat sinyal data, maka dilakukan
analisis Empirical Orthogonal Function (EOF).
Hasil yang didapatkan yaitu tidak terindikasi adanya upwelling sehingga diduga
ketersediaan nutrien berasal dari daratan. Di daerah aliran sungai (DAS) lokasi studi
diketahui terdapat kenaikan hampir dua kali lipat prediksi potensi emisi nutrien
pada tahun 2002 hingga 2021. Daerah pesisir terindikasi memiliki konsentrasi Chla yang lebih besar. Status eutrofik pada sebaran klimatologi terjadi pada lokasi yang
berbeda-beda setiap bulannya dan karakteristik daratannya dianalisis lebih lanjut
dalam penelitian ini. Beberapa kejadian status eutrofik terjadi bertepatan dengan
adanya laporan algal blooms yang menimbulkan dampak buruk. Pola fluktuasi SPL
terindikasi dipengaruhi radiasi sinar matahari, yang merupakan sumber energi
fitoplankton, ditandai dengan kecocokan terhadap pergeseran Intertropical
Convergence Zone (ITCZ).
Konsentrasi Chl-a dan SPL berkorelasi positif signifikan. Suhu optimum
pertumbuhan fitoplankton diduga mempengaruhi sebaran korelasi temporal Chl-a dan SPL. Pola curah hujan di lokasi studi bertipe monsun dengan puncak atas pada
bulan Februari dan puncak bawah pada bulan Agustus. Terdapat indikasi pengaruh
musim terhadap Chl-a meskipun tidak mengubah status trofik. PC EOF mode-1
Chl-a anomali dipengaruhi oleh curah hujan anomali dan fenomena IOD.
Perubahan pola dan kecepatan arus dengan dibangunnya Reklamasi Teluk Jakarta
pada tahun 2012 diduga menyebabkan perubahan pola fluktuasi PC EOF mode-2
Chl-a. Skenario yang mungkin terjadi yaitu nutrien yang diemisikan dari DAS
lokasi studi, terbawa oleh limpasan air hujan dan mengalir ke sungai hingga ke
Teluk Jakarta. Hal ini diindikasikan meningkatkan konsentrasi nutrien terlarut di
Teluk Jakarta. Didukung dengan kondisi lingkungan, seperti kesesuaian SPL dan
kecukupan pancaran sinar matahari, maka pertumbuhan fitoplankton meningkat
yang ditandai dengan tingginya konsentrasi Chl-a.
Dalam rangka perbaikan manajemen kualitas perairan Teluk Jakarta, diperlukan
peningkatan dan perbaikan sistem pemantauan Chl-a dan status trofik di Teluk
Jakarta serta sistem peringatan dini untuk mencegah terjadinya dampak buruk yang
besar. Berdasarkan hasil penelitian ini, direkomendasikan 11 titik pengambilan
sampel untuk analisis status trofik di Teluk Jakarta. Pengelolaan emisi nutrien dari
non point source dapat dilakukan dengan dengan nature-based solution yang dapat
dilakukan dari sisi regulasi (dengan memperketat pengawasan terhadap nonpoint
sources, menerapkan insentif dan disinsentif dalam pengelolaan emisi nutrien dari
nonpoint sources, serta pengelolaan ruang terbuka hijau yang baik), sektor
domestik (dengan perluasan penggunaan sistem sewerage dengan teknologi
pengolahan ramah lingkungan dan peningkatan kualitas septic tank), sektor
pertanian (dengan penggunaan pupuk organik dan teknik pemupukan ramah
lingkungan dan praktik permakultur), sektor peternakan (dengan pengelolaan
limbah peternakan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan) serta sektor perikanan budidaya (dengan pengelolaan pakan dan kotoran ikan).