ABSTRAK Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 1 Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 2 Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 3 Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 4 Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 5 Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
PUSTAKA Hafiyyan Hilmy Fawwaz
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Digitalisasi merupakan salah satu bentuk adaptasi suatu usaha pada
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pesat dan masif.
Namun, bentuk digitalisasi usaha makanan cepat saji tidak membuat usaha bisa
berdiri tanpa lokasi yang strategis. Lokasi yang menguntungkan tetap menjadi
perhatian para pelaku usaha makanan cepat saji dengan layanan pesan-antar
dan/atau lantatur, bentuk usaha ini dikenal sebagai Online Food Merchant.
(OFM) Aglomerasi merupakan salah satu fenomena spasial yang sangat
menguntungkan bagi pelaku usaha karena dapat meningkatkan keefektifan dan
kemudahan usaha/industri dalam hal sumber daya. Di sisi lain, aglomerasi yang
tidak terkendali dapat menyebabkan perubahan bentuk kota yang tidak
diinginkan, contohnya percepatan penjalaran kota. Penelitian ini berfokus untuk
mengidentifikasi pola aglomerasi fasilitas OFM dan faktor-faktor spasial yang
memengaruhinya di Kota Bandung. Data yang dipakai dalam penelitian ini
kebanyakan diakuisisi melalui Google My Maps dan Web Scraping Google Maps.
Penelitian ini melihat dua bentuk kuantifikasi aglomerasi, yaitu Agglomeration
Index (AI) dan Facility Densities (FD) dengan skala penelitian pada tingkat
kelurahan dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya
menggunakan analisis Geographically Weighted Regression (GWR) pada grid
250x250 meter. Studi ini menemukan bahwa fasilitas OFM di Kota Bandung tidak
hanya beraglomerasi di tengah kota namun juga di pinggiran kota. Variabel
signifikan dalam menjelaskan aglomerasi dalam metode AI dan FD memiliki
kesamaan yaitu, aksesibilitas transportasi, Road Network Density, populasi, dan
jumlah fasilitas publik di sekitar. Namun, pada metode FD, intensitas Nighttime
Light menjadi variabel yang signifikan sedangkan di metode AI tidak. Selain itu,
model yang dihasilkan metode FD memiliki koefisien determinasi 31% dalam
analisis GWR, sedangkan model yang dihasilkan metode AI hanya memiliki
koefisien determinasi 23%. Hal ini mengindikasikan bahwa model yang
dihasilkan metode FD lebih menjelaskan faktor-faktor aglomerasi OFM daripada
model yang dihasilkan metode AI. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
pemangku kepentingan perencanaan, khususnya pemerintah Kota Bandung dalam
memperhatikan dan mengendalikan aglomerasi fasilitas yang terjadi di perkotaan
agar tidak menjadi kerugian di masa yang akan datang.