Pelecehan seksual di lingkungan kampus merupakan masalah yang telah lama
dibiarkan, padahal lingkungan kampus merupakan tempat yang rentan karena
besarnya ruang relasi kuasa. Pembiaran ini didukung oleh paradigma lama yang
menganggap adanya kasus menyebabkan pencemaran nama baik kasus dan stigma
buruk yang melekat pada korban pelecehan seksual sehingga menyebabkan korban
enggan untuk melapor. Padahal pelecehan seksual menyebabkan dampak multi aspek
yang merebut hak rasa aman dalam proses belajar yang telah dijamin bahkan oleh
perjanjian internasional sekalipun. Walaupun setahun terakhir telah disahkan regulasi
yang menjamin kampus aman, pada prakteknya terdapat hambatan untuk mengatasi
pelecehan seksual di ruang publik yang dianggap kecil namun memerlukan sumberdaya
besar untuk mengatasinya sehingga cenderung diabaikan. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan mengimplementasikan pendekatan PPGIS melalui pemetaan partisipatif
terhadap 115 responden mahasiswa, sebagai dasar dalam perumusan kebijakan
pencegahan pelecehan seksual di ruang kampus yang efektif dan efisien. Pendekatan
ini dilakukan dengan menerapkan metode campuran untuk dapat dilakukan tiga tahap
analisis dan outputnya. Pertama, mengenali karakteristik responden mahasiswa apa
yang berpengaruh terhadap pemahaman, pengalaman, dan persepsi ketidakamanan
melalui analisis statistik inferensial. Kedua, menghasilkan peta hotspot persepsi
ketidakamanan terhadap ancaman pelecehan seksual melalui analisis Kernel Density
dan mengidentifikasi karakteristik kerentanan ruangnya melalui analisis deskriptif
kualitatif. Ketiga, merumuskan kebijakan berdasarkan interpretasi atas hasil temuan
dan kebijakan eksisting melalui analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan karakteristik responden yang berpengaruh adalah gender dan tahun
masuk. Kemudian, area merokok merupakan salah satu lokasi dengan persepsi
ketidakamanan tertinggi dengan karakteristik kerentanan berupa karakter sosial yang
melekat salah satunya maskulinitas (siang hari) serta karakteristik fisik seperti gelap
dan rimbun kerimbunan (malam hari). Keduanya disertai dengan minimnya
keberadaan petugas dan fasilitas keamanan. Pada akhir penelitian, disusun 10 bentuk
kebijakan beserta prioritas subyek kebijakannya yang menunjukan efisiensi dan
efektivitas dari implementasi PPGIS