Machine learning, khususnya Artificial Neural Network (ANN), telah menjadi
metode yang popular untuk memprediksi data deret waktu karena kemampuannya
menangani pola non-linear yang memberikan keunggulan dibandingkan metode
konvensional seperti Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
Namun, ketidakpastian jenis linearitas data sering mengakibatkan kegagalan pada
penggunaan kedua pendekatan tersebut secara independen. Penelitian ini
mengusulkan metode hybrid ARIMA-ANN untuk mengatasi masalah tersebut.
Selain itu, indeks monsun yang dimodifikasi dari Webster and Yang Monsoon
Index (WYMI) ini diperkenalkan untuk lebih mewakili dinamika atmosfer
Indonesia.
Indonesian Monsoon Index (IMI) dikembangkan menggunakan data angin ERA-5
pada 850 hPa dan 200 hPa dari Januari 1981 hingga Februari 2023. Indeks
tersebut kemudian dimodelkan menggunakan metode hybrid ARIMA-ANN dan
divalidasi di wilayah kajian yakni Pantai Utara Jawa dan Provinsi Kalimantan
Timur. Sepuluh titik pengamatan dipilih berdasarkan distribusi produksi padi yang
tinggi di kedua wilayah tersebut.
Hasilnya menunjukkan pola curah hujan ekstrem di Pantai Utara Jawa selama
Desember-Januari-Februari (DJF) dan Juni-Juli-Agustus (JJA) yang menunjukkan
pola monsunal, sedangkan Kalimantan Timur menunjukkan pola ekuatorial
dengan kekeringan sepanjang tahun. Model Seasonal ARIMA menghasilkan nilai
akurasi 0,9 selama rentang waktu 5 bulan, sedangkan model ANN mengalami
overfit karena ketergantungan pada komponen non-linear. Model hybrid
ARIMA-ANN secara signifikan meningkatkan prediksi dengan nilai korelasi
sebesar 0,91 selama periode 8 bulan. Perbandingan IMI dengan anomali curah
hujan menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah
Provinsi Kalimantan Timur yang menunjukkan fase variatif dengan lag-time yang
lebih panjang. Studi ini menyimpulkan bahwa pemodelan IMI dengan hybrid
ARIMA-ANN mampu memberikan prediksi dengan jangka waktu yang lebih
panjang dan akurasi lebih tinggi dibandingkan metode konvensional ARIMA serta
cakupan wilayah yang mampu mewakili batas cakupan wilayah Indonesia,
khususnya pada Pantai Utara Jawa yang pola curah hujannya monsunal, sehingga
dapat menjadi indikator yang baik untuk menganalisis dinamika monsun di
Indonesia.