digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Kristy Natasha Yohanes
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

Machine learning, khususnya Artificial Neural Network (ANN), telah menjadi metode yang popular untuk memprediksi data deret waktu karena kemampuannya menangani pola non-linear yang memberikan keunggulan dibandingkan metode konvensional seperti Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Namun, ketidakpastian jenis linearitas data sering mengakibatkan kegagalan pada penggunaan kedua pendekatan tersebut secara independen. Penelitian ini mengusulkan metode hybrid ARIMA-ANN untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, indeks monsun yang dimodifikasi dari Webster and Yang Monsoon Index (WYMI) ini diperkenalkan untuk lebih mewakili dinamika atmosfer Indonesia. Indonesian Monsoon Index (IMI) dikembangkan menggunakan data angin ERA-5 pada 850 hPa dan 200 hPa dari Januari 1981 hingga Februari 2023. Indeks tersebut kemudian dimodelkan menggunakan metode hybrid ARIMA-ANN dan divalidasi di wilayah kajian yakni Pantai Utara Jawa dan Provinsi Kalimantan Timur. Sepuluh titik pengamatan dipilih berdasarkan distribusi produksi padi yang tinggi di kedua wilayah tersebut. Hasilnya menunjukkan pola curah hujan ekstrem di Pantai Utara Jawa selama Desember-Januari-Februari (DJF) dan Juni-Juli-Agustus (JJA) yang menunjukkan pola monsunal, sedangkan Kalimantan Timur menunjukkan pola ekuatorial dengan kekeringan sepanjang tahun. Model Seasonal ARIMA menghasilkan nilai akurasi 0,9 selama rentang waktu 5 bulan, sedangkan model ANN mengalami overfit karena ketergantungan pada komponen non-linear. Model hybrid ARIMA-ANN secara signifikan meningkatkan prediksi dengan nilai korelasi sebesar 0,91 selama periode 8 bulan. Perbandingan IMI dengan anomali curah hujan menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang menunjukkan fase variatif dengan lag-time yang lebih panjang. Studi ini menyimpulkan bahwa pemodelan IMI dengan hybrid ARIMA-ANN mampu memberikan prediksi dengan jangka waktu yang lebih panjang dan akurasi lebih tinggi dibandingkan metode konvensional ARIMA serta cakupan wilayah yang mampu mewakili batas cakupan wilayah Indonesia, khususnya pada Pantai Utara Jawa yang pola curah hujannya monsunal, sehingga dapat menjadi indikator yang baik untuk menganalisis dinamika monsun di Indonesia.