digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Aristi Ayuningsi Ode Asri
PUBLIC Alice Diniarti

Bencana banjir menjadi bencana yang paling mendominasi tren bencana alam di Indonesia dari tahun ke tahun. Kejadian banjir di Jawa Barat yang tinggi disebabkan oleh kondisi morfologi wilayah yang berbentuk cekungan di daerah Citarum hulu. Salah satu wilayah yang paling terdampak akibat banjir di Citarum Hulu adalah Majalaya. Banjir di Majalaya umumnya terjadi dalam waktu singkat dan mengalami kenaikan muka air yang pesat. Sehingga dibutuhkan upaya untuk mengurangi dampak akibat banjir dengan memprediksi waktu saat dimulainya hujan atau issue warning hingga terjadi kenaikan tinggi muka air di sungai atau disebut dengan lead time. Penentuan lead time dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu penentuan dimulainya issue warning, debit puncak, karakteristik sungai, bahkan posisi titik hujan. Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh jarak dari titik tengah hujan hingga ke titik pengamatan debit dan tinggi muka air apakah berpengaruh terhadap waktu tunggu (lead time). Memanfaatkan sumber data curah hujan satelit GSMaP, data tinggi muka air dan debit dari AWLR PJT2 yang sudah dikoreksi, maka dapat ditentukan lead time di DAS Majalaya dan DAS Sapan. Selanjutnya dapat diketahui apakah centroid berpengaruh terhadap lead time di kedua DAS tersebut. Curah hujan centroid di ekstraksi dari data raster yang dikalikan dengan hujan koreksi sehingga didapatkan titik centroid hujan. Jarak titik centroid ke titik AWLR dihitung menggunakan rumus jarak Eucladian. Sebanyak 70 data representatif untuk menentukan lead time yang terjadi di Majalaya dan Sapan. Hasil yang didapatkan bahwa lead time di Majalaya adalah kurang dari 1 jam dengan probabilitas kejadian 76%. kejadian terbanyak di Majalaya yaitu pada lead time 1 jam dan 2 jam. Namun tidak menampik kemungkinan risiko waktu tunggu kurang dari 1 jam terjadi sebanyak 24%. Waktu tunggu yang diberikan untuk melakukan evakuasi di Sapan lebih panjang, yakni lebih dari 4 jam dengan probabilitas terjadinya sebanyak 86%, dimana waktu tunggu kejadian debit puncak dari hujan tertinggi paling banyak terjadi dalam waktu 5 jam dan 6 jam. Resiko adanya waktu tunggu kurang dari 4 jam sebanyak 14%. Sehingga waktu yang meyakinkan untuk melakukan evakuasi dini banjir adalah kurang dari 4 jam di Sapan. Hasil centroid hujan menampilkan bahwa tidak terjadi pengaruh pada lead time. Namun, kejadian yang ditemukan bahwa centroid hujan berada di tengah-tengah DAS Majalaya dan Sapan serta membentuk satu garis absis. Sehingga, pengamatan hujan dari titik manapun dan kapanpun selalu berada di tengah. Di wilayah Majalaya, pada jarak 2 km dari titik pusat DAS terjadi sebanyak 31 kejadian hujan di wilayah tersebut. Hal lain ditunjukkan di DAS Sapan, di mana jumlah kejadian hujan total sebanyak 34 kejadian. semakin jauh dari titik pusat DAS, maka semakin sedikit kejadain hujan bahkan tidak ada. Secara spasial, centroid tidak berpengaruh terhadap lead time. Hal ini dikarenakan distribusi spasial hujan yang acak. Maka dilakukan analisis secara temporal dengan menentukan hujan distribusi. Namun, dari hasil yang ditunjukkan bahwa secara temporal, centroid tidak berpengaruh terhadap lead time. Analisis berikutnya adalah dengan menentukan time to peak dari rentang waktu awal hingga berakhirnya hujan. Pada studi ini, time to peak dianggap linear dengan jarak centroid. Semakin besar jarak centroid, maka semakin besar nilai time to peak. Sehingga hasil yang didapatkan bahwa hujan rata-rata dimulai pada awal kejadian hujan di Majalaya. Bentuk DAS yang berbeda menunjukkan bahwa, titik centroid hujan akan sama-sama berada dekat dengan titik pusat DAS dan membentuk suatu garis absis sesuai dengan bentuk DAS.