Saat ini Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan metode yang berkembang secara signifikan di bidang survei geodesi. Namun, tinggi yang diperoleh merupakan tinggi geodetik perlu diubah menjadi tinggi ortometrik yang dapat digunakan untuk keperluan praktis, seperti rekayasa, survei, dan pemetaan. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model geoid. Namun, undulasi geoid yang dapat diperoleh dari model global, misalnya EGM2008 memiliki root mean square error (RMSE) 18,6 cm untuk wilayah Pulau Jawa bagian tengah. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang kuat untuk memodelkan geoid teliti untuk mendapatkan tinggi ortometrik yang akurat untuk memenuhi kebutuhan pengukuran praktis. Pemodelan geoid yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan Molodensky yang menggunakan kuasigeoid sebagai pendekatannya. Pemodelan geoid juga dilakukan dengan menggunakan metode Remove-Compute-Restore (RCR) dan skema reduksi Residual Terrain Model (RTM). Selain itu, dilakukan juga tinjauan terhadap berbagai metode Fast Fourier Transform (FFT) dan modifikasi Stokes dalam komputasi integral Stokes untuk mendapatkan model geoid terbaik di wilayah kajian. Data yang digunakan merupakan kombinasi dari berbagai data pengamtan gayaberat, yaitu darat (terestris), airborne, dan altimetri. Dalam pemodelan geoid dibutuhkan juga kontribusi data dari berbagai frekuensi, pada penelitian ini menggunakan gelombang panjang yang diperoleh dari Earth Geopotential Model (EGM)2008, dan gelombang pendek yang dari kombinasi data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)3” untuk wilayah darat dan SRTM15”+ yang di resampling menjadi grid 3” untuk wilayah laut. Terdapat tiga model geoid yang dihasilkan dengan resolusi 1 arcmin, yaitu model geoid 2D planar FFT (FFT 2D), 1D spherical FFT (FFT 1D), dan multiband spherical FFT dengan masing-masing memiliki standar deviasi sebesar 9,2 cm; 7,1 cm; dan 6,6 cm. Model geoid terbaik yang dihasilkan merupakan model geoid multiband spherical FFT (sebut model geoid ITB) dengan tanpa melakukan fitting pada model geoid yang diperoleh. Penambahan data gayaberat dari berbagai pengamatan gayaberat juga mempengaruhi model geoid yang dihasilkan, perbedaan yang dihasilkan antara model geoid ITB yang menggunakan berbagai data pengamatan gayaberat dengan model geoid yang hanya menggunakan model gayaberat terestris sebagai masukan dapat mencapai ±40 cm. Modifikasi yang pada pemodelan geoid yang dilakukan tentunya akan memiliki perbedaan bergantung pada kondisi data terutama dalam segi distribusi dan kerapatannya. Model geoid ITB memiliki standar deviasi yang paling baik jika dibandingkan dengan EGM2008 dan INAGEOID2020 v2.0 yang masing-masing memiliki standar deviasi 8,5 cm dan 11,8 cm. Model geoid ITB yang diperoleh pada penelitian ini dapat memenuhi kebutuhan pemetaan peta dasar skala besar. Model geoid ITB dapat digunakan untuk pemetaan skala 1:1.000 kelas 1 hingga skala 1:500 kelas 2. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan model geoid yang dihasilkan pada penelitian ini, diantaranya dengan menggunakan masukan data dari berbagai pengamatan gayaberat, melakukan evaluasi data untuk menghilangkan outlier pada data, melakukan evaluasi berbagai metode komputasi untuk melakukan penyelesaian integral Stokes, dan melakukan modifikasi pada komputasi integral Stokes. Beberapa hal yang mungkin dapat lebih meningkatkan akurasi dari model geoid yang dihasilkan, yaitu dengan melakukan evaluasi pada data aiborne dan altimetri di wilayah pesisir, menggunakan data validasi yang lebih terdistribusi merata, dan melakukan evaluasi data pendukung model geopotensial global dan model topografi untuk memperoleh komponen gelombang panjang, dan gelombang pendek yang lebih baik.