ABSTRAK Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati COVER Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati BAB 1 Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati BAB 2 Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati BAB 3 Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati BAB 4 Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati BAB 5 Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati PUSTAKA Mohamad Nasro
PUBLIC Yati Rochayati
Identifikasi bawah permukaan tanah merupakan hal penting untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan. Banyak ditemukan kasus dimana terdapat suatu objek
di bawah permukaan, seperti pipa, kabel, dan utilitas. Dalam mengidentifikasi
keberadaan suatu objek tersebut dapat menggunakan metode geofisika. Metode
geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik resistivitas.
Prinsip kerja metode ini adalah mengukur beda potensial dari injeksi arus listrik ke
dalam bawah permukaan tanah. Metode geolistrik resistivitas memiliki berbagai
jenis konfigurasi dalam survei pengukuran di lapangan. Setiap jenis konfigurasi
memiliki cakupan data, kekuatan sinyal, sensitivitas, dan resolusi data yang
berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konfigurasi terbaik dari tiga
jenis konfigurasi yang akan digunakan melalui dua tahapan, yaitu pemodelan
sintetik dan pengukuran data lapangan. Konfigurasi yang digunakan adalah
konfigurasi Dipole – Dipole, Wenner Alpha, dan Wenner – Schlumberger sebagai
perbandingan, dimana belum ada penelitian yang membahas perbandingan antara
konfigurasi-konfigurasi tersebut dalam satu penelitian. Pada penelitian ini,
pemodelan sintetik dan pengukuran data lapangan menggunakan spasi antara
elektroda 0.10 m dan jumlah elektroda 32 buah. Pemodelan sintetik menggunakan
software RES2DMOD dengan memvariasikan penempatan kedalaman (0.12, 0.21,
0.30, 0.42, 0.52) m pipa besi berdiameter 0.10 m dan 0.20 m di bawah permukaan
homogen. Sedangkan, pengukuran data lapangan melibatkan 2 lintasan tegak lurus
yang melewati pipa besi (CS1 dan CS2), 2 lintasan tegak lurus yang tidak melewati
pipa besi (CS3 dan CS4), dan 1 lintasan sejajar pipa besi (LS). Setelah diperoleh
data sintetik dan data lapangan, kemudian data – data tersebut dilakukan
pengolahan data menggunakan teknik inversi Least-Square dari software
RES2DINV. Hasil inversi pemodelan sintetik pada pipa besi berdiameter sekitar
0.10 m yang ditempatkan di bawah permukaan homogen didapatkan, bahwa
konfigurasi Dipole – Dipole mampu mengidentifikasi keberadaan pipa besi pada
kedalaman 0.12 m sampai 0.42 m dan konfigurasi Wenner - Schlumberger mampu
mengidentifikasi pada kedalaman 0.12 m sampai 0.30 m. Sedangkan, untuk
konfigurasi Wenner Alpha tidak mampu mengidentifikasi keberadaan pipa besi.
Selanjutnya, untuk hasil inversi pemodelan sintetik pada pipa besi berdiameter
sekitar 0.20 meter yang ditempatkan di bawah permukaan homogen didapatkan,
bahwa konfigurasi Dipole – Dipole mampu mengidentifikasi keberadaan pipa besi
berongga pada kedalaman 0.12 m sampai 0.52 m dan konfigurasi Wenner -
Schlumberger mampu mengidentifikasi pada kedalaman 0.12 m sampai 0.30 m. Sedangkan, untuk konfigurasi Wenner Alpha hanya mampu mengidentifikasi
keberadaan pipa besi pada kedalaman 0.12 m di bawah permukaan homogen. Hasil
inversi data lapangan pada lintasan tegak lurus yang melewati pipa besi (CS1 dan
CS2) yang berdiameter 0.10 m didapatkan, bahwa hanya konfigurasi Dipole –
Dipole yang mampu mendeteksi keberadaan dari anomali pipa besi di bawah
permukaan tanah. Selanjutnya, hasil inversi data lapangan pada lintasan sejajar arah
pipa besi (LS) dengan panjang pipa besi sekitar 1.90 m didapatkan, bahwa semua
konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini (Dipole – Dipole, Wenner Alpha,
dan Wenner – Schlumberger) mampu mendeteksi keberadaan dari anomali pipa
besi di bawah permukaan tanah. Berdasarkan penelitian ini, dari hasil inversi pada
pemodelan sintetik dan pengukuran data lapangan dapat disimpulkan, bahwa
konfigurasi Dipole – Dipole memberikan hasil lebih baik dalam mengidentifikasi
keberadaan pipa di bawah permukaan, dibandingkan konfigurasi Wenner Alpha
dan Wenner – Schlumberger.