International Union for Conservation of Nature memperkirakan saat ini sekitar 4,46
miliar orang (57% populasi dunia) tinggal di kawasan perkotaan, dan pada tahun
2050 angka ini diproyeksikan mencapai 6,7 miliar atau sekitar 70% dari total
populasi dunia. Ketidakpastian yang dibawa oleh perubahan iklim ini dapat
menimbulkan ancaman besar terhadap kehidupan masyarakat terutama di kota-kota
dengan tipologi coastal cities. Kota pesisir memiliki peranan penting dalam
pengembangan sistem sosial-ekonomi manusia dalam proses penciptaan kota-kota
besar di seluruh dunia karena lokasinya yang strategis. Lokasi yang strategis
tersebut menjadikan kota pesisir memiliki tingkat urbanisasi paling tinggi
dibandingkan dengan karakteristik kota-kota lainnya. Oleh karenanya, hal tersebut
menyebabkan kota dengan tipologi coastel cities lebih berisiko terhadap ancaman
bencana terutama banjir dan kenaikan permukaan air laut. Tingginya konversi
penggunaan lahan pada kawasan pesisir menjadi salah satu faktor utama penyebab
tingginya risiko bencana tersebut. Salah satu alternatif solusi untuk menyelesaikan
berbagai persoalan dan tantangan yang ada adalah dengan mengadopsi konsep
Urban Resilience melalui pendekatan berbasis alam atau nature-based solution
(NbS). Solusi berbasis alam diyakini dapat mengurangi kerentanan dan
meningkatkan ketahanan perkotaan dalam menghadapi berbagai macam ancaman
bahaya dan mengatasi tantangan perkotaan yang kompleks secara bersamaan
sehingga kota dapat lebih resilience terhadap ancaman bencana yang ada. Salah
satu kota pesisir yang rawan bencana banjir dan kenaikan muka air laut di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah Kota Makassar. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Makassar
memiliki pertumbuhan yang pesat sebagai pusat pemerintahan provinsi, ekonomi,
perdagangan dan aktivitas lainnya. Hal inilah yang memicu tingginya tingkat
urbanisasi yang pada satu sisi membawa dampak buruk terhadap lingkungan.
Kawasan pesisir Kota Makassar, selain memiliki permasalahan banjir dan kenaikan
muka air laut, juga memiliki isu lain terkait dengan degradasi lingkungan.
Menciptakan kota yang tangguh (urban resilience) dengan pendekatan naturebased solution sangat diperlukan karena ancaman bencana dengan dampak yang
besar dapat mengancam masyarakat lokal dan kerusakan lingkungan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji alokasi spasial nature-based solution berbasis
konsep urban resilience menggunakan metode planning support system sebagai
upaya untuk menciptakan Kota Makassar yang resilience terhadap berbagai macam
bencana. Penelitian ini secara umum menggunakan pendekatan metode penelitianii
campuran Mixed-Methods Research (MMR) yang mengtriangulasikan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini, proses pengumpulan data dilakukan
secara primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi
dan wawancara, sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui
observasi literatur yang dilakukan secara komprehensif. Metode analisis yang
digunakan pada penelitian ini diantaranya; analisis hierarkir proses (AHP), analisis
konten, analisis overlay intersect spasial dan analisis fishnet grid. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa faktor tantangan sosial yang prioritas untuk ditangani di
Kota Makassar berdasarkan hierarkinya adalah disaster risk reduction dengan bobot
0,376 (37,6%), water security dengan bobot 0,176 (17,6%) dan climate changes
dengan bobot 0,165 (16,5%). Adapun faktor turunan dari prioritas tantangan sosial
tersebut dilakukan analisis AHP iterasi kedua dengan faktor dan hierarkinya
sebagai berikut; banjir dengan bobot 0,396 (39,6%), krisis air bersih dengan bobot
0,228 (22,8%), kenaikan muka air laut dengan bobot 0,166 (16,6%), peningkatan
suhu panas perkotaan dengan bobot 0,146 (14,6%) dan polusi udara dengan bobot
0,064 (06,4%). Untuk mengatasi tantangan sosial tersebut penulis menggunakan 17
tipe green infrastructure dan 6 tipe natural infrastructure, di antaranya; bioswale,
constructed wetland, dry pond, ecosystem planning, filter strip, green roof, green
wall, hedgerow, perforated pipe, permeable pavement, rain garden and
bioretention, rain harvesting, ripparian buffer, soakways, tree canopy expansion,
wet stromwater pond, xeriscaping, forest conservation, water harvesting, wetlands
restoration or conservation, constructing wetlands, riparian buffer, mangrove
restoration or conservation. Dari 23 jenis elemen NbS dari green infrastructure dan
natural infrastructure tersebut dialokasikan di setiap kode zona perencanaan pada
masing-masing sel grid kesesuaian dan prioritas skala mikro. Berdasarkan peta
alokasi elemen NbS pada sel grid kesesuaian dan prioritas terdapat 9 cluster zona
perencanaan NbS yang terbagi menjadi zona perencanaan kawasan budidaya (kode
B) dan zona perencanaan kawasan lindung (kode L), ke-9 cluster tersebut
diantaranya; zona B1 perumahan permukiman, zona B2 jaringan jalan, zona B4
pemerintahan perkantoran komersil, zona B5 CBD, zona B6 kawasan
pengembangan baru, zona B7 agrikultur, zona L1 sempadan sungai, zona L2
dataran basah/ banjir, dan zona L3 kawasan pesisir. Strategi lokasi alokasi spasial
NbS terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar terdiri dari 3
pendekatan strategi yakni; strategi protection, enhancement dan creation of new
NbS. Berdasarkan hasil analisis terdapat 8 strategi protection, 14 strategi
enhancement dan 28 strategi creating of new NbS. Adapun strategi NbS terhadap
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar terdiri dari; 8 strategi protection, 14
strategi enhancement dan 28 strategi creating of new NbS yang tersebar di 8
(delapan) kecamatan. Kecamatan dengan alokasi spasial NbS terluas adalah
Kecamatan Tamalanrea dengan luas 1137.22 ha. Persentase luasan (ha) NbS
berdasarkan kode zonasi yang tertinggi adalah kode L2 dengan persentase 40%
(953.75 ha). Persentase luasan (ha) NbS terhadap luas total Kota Makassar adalah
7.27% (2418.10 ha) yang artinya alokasi spasial NbS akan menyumbang luasan
RTH Kota Makassar sebesar 7.27%. atau seluas 2418.10 ha.