digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Cekungan Bintuni merupakan bagian dari Kepala Burung, Papua Barat. Pemanfaatan data bawah permukaan berupa data seismik 2D dan data sumur digunakan untuk menafsirkan geometri cekungan dan struktur pengontrol cekungan. Mekanisme pembentukan Cekungan Bintuni dianalisis berdasarkan penafsiran penampang seismik 2D, peta struktur waktu, peta isokron dan rekonstruksi penampang (palinspatik). Cekungan Bintuni dibatasi oleh struktur-struktur geologi utama yang mempengaruhi sejarah tektonik Kepala Burung. Zona Sesar Sorong dan Tinggian Kemum berada di bagian utara daerah penelitian, bagian timur dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Bagian selatan dibatasi oleh Sesar Tarera-Aiduna. Bagian barat dibatasi oleh Antiklin Onin-Kumawa. Penafsiran dari 232 penampang seismik 2D dilakukan dengan menggunakan prinsip seismik stratigrafi. Berdasarkan interpretasi seismik, data sumur serta stratigrafi regional, dapat diidentifikasi delapan horison yang mencerminkan sikuen pengendapan (megasikuen). Pola struktur yang ada di daerah penelitian berarah baratlaut-tenggara, utara-selatan dan barat-timur. Fase ekstensional dengan arah tarikan baratdaya-timurlaut terjadi pada PermOligosen Awal. Pada fase tersebut, Bintuni merupakan bagian dari passive margin. Fase kompresional terjadi pada Oligosen Awal sampai Resen ditandai oleh bidang ketidakselarasan Oligosen Awal. Pada Oligosen Awal-Pliosen Awal, Cekungan foreland Bintuni terbentuk karena adanya aktivitas Sesar-sesar Naik Arguni tipe thin skinned berarah utara-selatan yang merupakan bagian dari Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Pada Miosen terbentuk sesar-sesar mendatar berarah barattimur yang memotong sesar-sesar naik dan perlipatan berarah baratlaut-tengggara