Sistem irigasi berbasis masyarakat merupakan bentuk infrastruktur penunjang
ketahanan pangan atau pertanian yang penyaluran airnya dilakukan melalui saluran
irigasi dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan,
operasionalisasi, perawatan, dan rehabilitasi. Saat ini, salah satu isu permasalahan
irigasi adalah keberlanjutan sehingga perlu untuk mengetahui variabel yang dapat
digunakan dalam menilai tingkat keberlanjutannya. Studi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kriteria dan indikator keberlanjutan irigasi, mengidentifikasi nilai
tiap kriteria dan indikator tersebut, kemudian mengidentifikasi tingkat
keberlanjutan irigasi pada lima daerah irigasi studi kasus. Pendekatan studi adalah
mix method dengan metode analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, Analytical
Hierarchy Process (AHP), serta analisis skoring.
Studi ini menunjukkan bahwa terdapat tiga kriteria dan 13 indikator dalam
penilaian tingkat keberlanjutan irigasi yaitu enam indikator pada kriteria ekonomi,
lima indikator pada kriteria sosial, dan dua indikator pada kriteria lingkungan.
Lebih lanjut, menurut pendapat pakar kriteria paling utama dalam penilaian tingkat
keberlanjutan irigasi adalah kriteria lingkungan dengan indikator paling
berpengaruh ialah ketersediaan dan efisiensi air, kriteria ekonomi menempati
peringkat kedua sebagai kriteria pendukung dan begitupun dengan kriteria sosial
sebagai peringkat ketiga. Berdasarkan hasil penilaian daerah irigasi yang paling
tinggi tingkat keberlanjutannya ialah Daerah Irigasi Daoe sebab persentase
ketersediaan airnya mencapai 90% sehingga tidak memerlukan lagi bantuan
peralatan dalam penyediaan air serta didukung pula dengan kualitas air yang baik.
Daerah irigasi dengan posisi tingkat keberlanjutan kedua ialah Daerah Irigasi Teppo
Kessi, posisi ketiga adalah Daerah Irigasi Lajaroko, posisi keempat adalah Daerah
Irigasi Tarennuang, dan posisi kelima adalah Daerah Irigasi Lompulle. Keempat
daerah irigasi tersebut memiliki persentase ketersediaan air hanya berkisar antara
70%-75% dan masih memerlukan bantuan pompa dalam penyediaan airnya. Studi
ini menawarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk memaksimalkan
ketersediaan air; merencanakan pembangunan bendungan, bendung, waduk, dan
embung sebagai tempat penyimpanan cadangan air irigasi; menyusun kebijakan
terkait kerja sama pendanaan pertanian dan bantuan modal petani dengan pihak
swasta; bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dan pembagian tugas atau
kewenangan yang jelas antar pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat dalamii
pengawasan saluran irigasi; membentuk lembaga pengelola irigasi dilengkapi
dengan aturan dan sanksi pada daerah yang belum memiliki kelompok P3A,
menetapkan regulasi terhadap rata-rata harga jual padi atau gabah, pupuk, dan
pestisida di pasaran; menetapkan jadwal rutin dengan musyawarah antar P3A,
kelompok tani, dan pemerintah untuk kegiatan perawatan, pembersihan, dan
pemeliharaan pada seluruh daerah irigasi; serta perlunya mengembangkan sumber
daya petani dan penerapan inovasi teknologi dalam upaya penghematan juga
konservasi air.