Air minum merupakan hak dari setiap warga negara untuk mendukung aktivitas
maupun kebutuhan. Infrastruktur air minum dengan sistem penyediaan air minum
jaringan perpipaan (SPAM-JP) yang disediakan oleh pemerintah seharusnya menjadi
solusi atas tantangan tersebut, namun infrastruktur eksisting pelayanannya masih
belum maksimal. Tingkat pelayanan eksisting untuk Wilayah Metropolitan Bandung
Raya perlu ditingkatkan mengingat baru tercapai 23%. Maka dari itu, diperlukan
upaya untuk meningkatkan tingkat pelayanan air minum dengan SPAM-JP guna
memenuhi target nasional 2024, baik melalui suatu strategi maupun kebijakan
pemerintah yang efektif dan efisien. Untuk mendukung pemerintah dalam merancang
kebijakan maupun strategi tersebut, perlu dilakukan studi untuk mengetahui
persoalan dan prioritas penanganan wilayah yang menjadi penyebab rendahnya
tingkat pelayanan air minum perpipaan di Wilayah Metropolitan Bandung Raya. Studi
ini bertujuan untuk mengidentifikasi prioritas wilayah pengembangan sistem
penyediaan air minum jaringan perpipaan berdasarkan faktor yang mempengaruhi
tingkat pelayanan air minum di wilayah metropolitan bandung raya. Metode yang
dipilih adalah menggunakan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan
kondisi penyediaan air minum perpipaan, analisis autokorelasi spasial untuk
memahami pola dan tren pelayanan air minum dalam data geografis dan membantu
dalam membuat keputusan serta memprediksi perilaku spasial, analisis regresi OLS
untuk mengetahui pengaruh dari faktor terhadap pelayanan air minum, dan analisis
kuadran untuk menentukan prioritas lokasi peningkatan pelayanan air minum. Dari
hasil analisis, ditemukan bahwa faktor yang paling memiliki pengaruh terhadap
peningkatan pelayanan air minum perpipaan di Metropolitan Bandung Raya adalah
PDRB per kapita; kapasitas terpasang; tingkat kemiskinan; dan kepadatan penduduk.
Pada studi ini dihasilkan wilayah prioritas peningkatan tingkat pelayanan
berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Wilayah prioritas tersebut dibagi
menjadi tiga prioritas yaitu prioritas I-III dengan karakteristik berdasarkan variabel
yang dapat diintervensi yaitu variabel kapasitas terpasang, tingkat kemiskinan, dan
PDRB perkapita pada kelompok kecamatan prioritas pertama, variabel kapasitas
terpasang dan kepadatan penduduk pada kelompok kecamatan prioritas kedua, dan
variabel kepadatan penduduk pada kelompok kecamatan pada prioritas ketiga.
Kesimpulan dari studi ini, dengan mengetahui prioritas kecamatan, pihak pemerintah
dan penyelenggara layanan air minum publik dapat menentukan prioritas
penanganan dan memfokuskan usaha pada kecamatan yang paling membutuhkan. Ini
memastikan bahwa setiap dana dan sumber daya yang tersedia digunakan untuk
memperbaiki pelayanan air minum perpipaan di kecamatan-kecamatan yang paling
membutuhkan, sehingga masyarakat pada kecamatan yang paling terdampak dapat
terbantu. Rekomendasi dari studi ini adalah strategi dan kebijakan berdasarkan
intervensi pada variabel tesebut.