Kejadian marine heatwaves (MHWs) ditemukan dapat meluas hingga ribuan
kilometer dan telah terdeteksi pada lapisan bawah permukaan perairan
(subsurface). Beberapa metrik kejadian MHWs seperti frekuensi kejadian, durasi,
dan intensitas kumulatif digunakan untuk menggambarkan kejadian MHWs dengan
lebih rinci. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik kejadian
MHWs pada lapisan subsurface di perairan selatan Jawa tahun 1993-2019. Data
yang digunakan adalah data suhu perairan pada kedalaman 0,4-763 m diperoleh dari
Copernicus Marine Environment Monitoring Service (CMEMS) Ocean Physics
Reanalysis dengan resolusi temporal harian dan resolusi spasial 0,083? dan data
anomali transpor Arlindo yang didigitasi dari hasil penelitian Li dkk. (2020). Lokasi
penelitian adalah perairan selatan Jawa dengan batas 5?-14? LS dan 104?-116? BT.
Untuk menghitung rata-rata dan tren metrik kejadian MHWs digunakan metode
statistik dan dalam analisisnya digunakan metode deskriptif.
Dari hasil yang didapat, diketahui bahwa intensitas kejadian MHWs paling kuat
terdapat di lapisan termoklin (kedalaman 55-186 m). Nilai rata-rata frekuensi
kejadian maksimum ditemukan pada kedalaman 318-763 m di wilayah offshore
dengan jumlah sebanyak 2,50 kejadian/tahun, sedangkan nilai durasi dan intensitas
kumulatif maksimum ditemukan berada pada kedalaman 0,4-109 m di wilayah
nearshore dengan nilai 32 hari/tahun dan 90 ?C/tahun. Secara umum, tren metrik
kejadian MHWs mengalami peningkatan akan tetapi pada tren durasi cenderung
berpola acak, terutama pada kedalaman 0,4-186 m tren cenderung meningkat
sedangkan pada kedalaman 222-763 m tren cenderung konstan disepanjang tahun.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditemukan bahwa fenomena ENSO dan IOD
memengaruhi terbentuknya kejadian MHWs. Pada kedalaman 0,4 m diketahui
bahwa intensitas kejadian MHWs menguat pada periode peluruhan peristiwa El
Niño kuat tahun 1997 dan 2015, sedangkan pada kedalaman 109-380 m penguatan
intensitas kejadian MHWs terjadi pada periode La Niña tahun 1999 dan 2011,
sedangkan pada kedalaman 763 m penguatan intensitas kejadian tidak dipengaruhi
oleh faktor ENSO.
Kejadian MHWs terdisipasi di dalam perairan disebabkan oleh transfer massa air
hangat dari fenomena ENSO yang dibawa melalui jalur transpor Arlindo. Pada
kedalaman 0,4 m korelasi antara kejadian MHWs dengan transpor Arlindo
ditemukan bernilai negatif (r= -0,64) yang mengartikan bahwa intensitas kejadian
menguat saat anomali transpor Arlindo bernilai negatif (pergerakan arus menguat
ke arah selatan). Pada kedalaman 109 m nilai korelasi kejadian MHWs dengan
transpor Arlindo adalah 0,24 yang mengartikan bahwa intensitas kejadian menguat
saat anomali transpor Arlindo bernilai positif (pergerakan arus ke arah selatan
melemah). Selanjutnya, pada kedalaman 763 m nilai korelasi adalah -0,14 yang
mengartikan bahwa intensitas kejadian menguat saat arah transpor Arlindo menguat
ke selatan, akan tetapi hubungan antara kedua variabel ini sangat lemah dan tidak
signifikan.
Selama periode El Niño persentase kejadian MHWs di kedalaman 0,4 m lebih besar
yaitu 31,73% dibandingkan saat fase La Niña yaitu 25,30%, sedangkan pada
kedalaman 109 m dan 763 m jumlah persentase kejadian MHWs saat fase La Niña
lebih besar yaitu 30,41% dan 29,01% dibandingkan saat fase El Niño yaitu 28,84%
dan 28,71%. Saat periode La Niña intensitas kejadian MHWs lebih tinggi dari
periode El Niño. Pada kejadian IOD, jumlah persentase kejadian MHWs paling
banyak ditemukan saat fase IOD positif berkisar antara 8,03-11,72% akan tetapi
intensitas kejadian MHWs lebih tinggi saat fase IOD negatif. Adanya intrusi suhu
panas dari lapisan permukaan menuju ke lapisan yang lebih dalam juga dapat
mengakibatkan penguatan intensitas kejadian di lapisan dalam, sedangkan
fenomena pengangkatan massa air dengan suhu lebih dingin dari lapisan dalam
menuju permukaan dapat mengakibatkan meluruh atau menurunnya intensitas
kejadian MHWs.