Setelah Indonesia dilanda pandemi pada tahun 2020, perekonomian Indonesia
berhasil pulih pada tahun 2021. Namun, industri properti di Indonesia mengalami
dampak negatif akibat kenaikan suku bunga. Suku bunga yang meningkat berarti
orang akan mendapatkan biaya yang lebih tinggi jika mereka ingin meminjam uang
untuk membeli properti. Apalagi, masyarakat menjadi semakin ragu untuk membeli
atau berinvestasi di properti karena insentif pajak pertambahan nilai ditanggung
pemerintah (PPN DTP) berakhir pada September 2022. Namun, PT Pakuwon Jati
Tbk. (PWON) tampaknya tidak terlalu terpengaruh karena PWON memiliki
pendapatan berulang dan pendapatan tidak berulang sebagai sumber
pendapatannya. Pendapatan berulang berasal dari sewa ruangan, pelayanan
apartment, hotel, dll. Pendapatan tidak berulang berasal dari penjualan
kondominium dan perkantoran serta penjualan tanah dan bangunan. Semakin
kurangnya pembatasan mobilitas masyarakat untuk melakukan aktivitas di luar
rumah dan pertumbuhan PDB yang disebabkan oleh konsumsi rumah tangga
menunjukkan bahwa pendapatan berulang PWON kurang terkena dampak negatif
dari kenaikan tingkat inflasi. Menimbang hal tersebut, sudah waktunya untuk
mengevaluasi kembali harga saham PWON apakah sudah terlalu tinggi atau rendah.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan tahunan PWON 2015
hingga 2021, paparan publik PWON, dan berita-berita yang relevan dengan PWON
dan industri properti. Penelitian ini menggunakan penilaian absolut (Discounted
Cash Flow) dan penilaian relatif (EV/EBITDA dan PE Ratio) untuk mendapatkan
nilai intrinsik PWON. Beberapa asumsi untuk model financial dibuat dengan
mempertimbangkan analisis eksternal dan internal. Analisis eksternal terdiri dari
kondisi ekonomi makro, analisis PESTEL, dan Porter’s Five Force. Analisis
internal terdiri dari analisis rasio keuangan dan tata kelola perusahaan. Dalam
analisis rasio keuangan, penelitian ini menganalisis rasio likuiditas, rasio aktivitas,
rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Analisis rasio keuangan dilakukan
dengan menggabungkan analisis cross-sectional dan analisis time-series. Dalam
analisis cross-sectional, penelitian ini membandingkan rasio-rasio dari PWON
dengan beberapa perusahaan lain yang memiliki kapitalisasi pasar yang mirip
dengan PWON. Dalam analisis time-series, penelitian ini menganalisis tren dari
masing-masing rasio dari tahun 2018 hingga 2021. Setelah itu, beberapa asumsi
tersebut digunakan untuk memproyeksikan arus kas PWON ke perusahaan selama
lima tahun. Terakhir, penelitian ini juga melakukan analisis sensitivitas untuk
menguji model finansial yang dibuat dengan melakukan perubahan pada beberapa
asumsi yang digunakan. Beberapa variabel yang dipilih adalah perubahan tingkat
pertumbuhan tak terbatas, perubahan rata-rata tertimbang biaya modal dan harga
pokok penjualan. Nilai intrinsik PWON diperoleh dengan menggunakan metode blended valuation. Penulis memberi bobot pada berbagai model penilaian yang
digunakan. Dari metode tersebut, nilai intrinsik PWON adalah Rp 444 / lembar.
Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa nilai intrinsik PWON lebih sensitif
terhadap perubahan WACC daripada perubahan tingkat pertumbuhan tak terbatas
dan harga pokok penjualan karena dapat membuat perbedaan besar antara harga
saat ini dan estimasi nilai intrinsik. Karena margin of safety yang bernilai negatif,
hal ini tidak menguntungkan bagi investor baru yang mencari keuntungan dari
margin modal. Investor baru dapat mencari perusahaan-perusahaan lain untuk
diinvestasikan yang di mana perusahaan-perusahaan tersebut akan mendapatkan
keuntungan dengan meningkatnya suku bunga dan meningkatnya tingkat inflasi di
Indonesia.