Sebagai konsekuensi dari tatanan geologis dan letak geografis Indonesia,
Indonesia memiliki beberapa bencana dengan intensitas tinggi, yaitu diantaranya
banjir, tanah longsor, banjir bandang, cuaca ekstrem, abrasi, serta kekeringan.
Kondisi tersebut menuntut Indonesia untuk memiliki kemampuan penanggulangan
bencana yang memadai. Fase pemulihan yang menjadi salah satu fase penting
dilakukan untuk mengembalikan keadaan wilayah kembali seperti keadaan semula
atau lebih baik dari sebelumnya melalui normalisasi aspek-aspek yang lumpuh
akibat bencana. Salah satu aspek penting dari fase pemulihan bencana adalah
ketahanan masyarakat. Melalui penelaahan dari komponen pengukuran resiliensi
dalam Disaster Resilience of Place (DROP) Model yang dikembangkan oleh Cutter
(2014), penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi resiliensi masyarakat
terhadap bencana banjir yang terjadi setiap tahun di Desa Wonoasri. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif dengan metode
pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran
kuesioner kepada 100 responden, wawancara kepada beberapa pemangku
kepentingan yang terlibat, serta pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber.
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis konten, serta
penskoran seluruh indikator yang dibagi ke dalam enam aspek (ekologis, sosial,
kemampuan komunitas, ekonomi, infrastruktur, serta kelembagaan). Dari
penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa tingkat resiliensi masyarakat di Desa
Wonoasri termasuk ke dalam kategori tinggi, yaitu dengan indeks sebesar 0,748.
Indeks tersebut merupakan indeks komposit dari indikator-indikator yang
diklasifikasikan berdasarkan enam aspek tersebut di atas. Dari ke enam aspek
tersebut, aspek sosial merupakan aspek yang memiliki kategori resiliensi sedang,
sedangkan aspek lainnya memiliki kategori resiliensi yang tinggi. Beberapa
indikator yang memiliki skor rendah diantaranya yaitu pemasok makanan lokal,
keberadaan penduduk berkebutuhan khusus dan pelayanannya, fasilitas dukungan
kesehatan mental, ketersediaan layanan konseling, kondisi ketenagakerjaan,
ketersediaan penampungan sementara, serta keberadaan kesinambungan rencana;
sehingga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat desa
terhadap bencana banjir.