digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Munculnya penyakit menular COVID-19 menghadirkan wabah pandemi yang suasananya terasa penuh krisis bagi semua orang dan segalanya, termasuk tenaga kesehatan. Para tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia yang berada pada tingkat terdepan yang berhadapan dan mematahkan penyakit COVID-19. Diawal-awal kasus COVID-19, pelaksanaan medical treatment masih terasa sangat berat dan proses yang panjang. Jika penyebaran penyakit ini tidak terkendali, maka akan semakin memperparah kondisi masyarakat. Pada saat itu juga belum ada vaksin atau obat spesifik yang khusus menyembuhkan COVID-19. Sehingga, langkah awal yang dilakukan pemerintah adalah fokus dalam melakukan pembatasan penularan COVID-19. Di Indonesia, dilakukan upaya mitigasi dan pembatasan dengan upaya pelacakan kontak (tracing), pengujian skala massal (testing), dan perawatan (treatment) yang disebut dengan istilah 3T. Pada kenyataannya di lapangan ketika dihadapkan dengan penyakit COVID-19, kondisi yang krisis menjadikan proses mitigasi, perawatan dan pembatasan tersebut mengalami kondisi ketidakpastian. Penelitian ini merumuskan masalah bahwa dalam krisis Pandemi COVID-19, terdapat banyak ketidakpastian yang terjadi dalam fenomena pembatasan penularan COVID-19. Tenaga kesehatan hadir melakukan intervensi ditengah terjadinya penginfeksian dan penularan COVID-19. Sehingga, penelitian ini akan melihat fenomena ‘reassembling’ atau merakit ulang bagaimana terjadinya pembatasan penularan COVID-19 dengan menyorot tenaga kesehatan sebagai pihak yang berupaya untuk melawan, memutuskan bahkan menghentikan penularan itu dengan melakukan berbagai intervensi, namun intervensi tersebut sangat bergantung pada bagaimana berbagai pihak berperan. Kasus yang sangat networking serta dengan kondisi ketidakpastian yang tinggi ini akan dapat diulik dengan sudut pandang Actor Network Theory oleh Latour (2005). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan disain studi kasus sebagai sebuah framing dengan pengisiannya menggunakan kacamata fenomenologi dan sudut pandang Actor Network Theory oleh Latour (2005). Kebaruan yang Peneliti angkat dalam penelitian ini adalah bagaimana menyoroti fenomena ketidakpastian yang tinggi dalam pembatasan penularan COVID-19 dengan mengkhususkan kepada yang dihadapi oleh tenaga kesehatan pada lembaga institusi publik dalam hal ini rumah sakit yang berada digaris terdepan menghadapi penularan COVID-19 menggunakan sudut pandang Actor Network Theory. Adapun kontribusi penelitian ini adalah menyoroti fenomena ketidakpastian yang tinggi dalam pembatasan penularan COVID-19 dengan mengkhususkan kepada yang dihadapi oleh tenaga kesehatan lalu bagaimana Actor Network Theory dapat berkontribusi dalam menganalisis fenomena tersebut karena Actor Network Theory sendiri memiliki kelebihan dalam membicarakan ketidakpastian dan kajian jejaring. Kemudian, dari hasil analisis tersebut Peneliti akan menarik pembelajaran atau wawasan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya wabah kembali. Adapun temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah dalam pandangan Actor Network Theory, ketidakpastian pada fenomena pembatasan penularan COVID-19 ditandai dengan adanya ketidakpastian grup dan agensi yang seringkali mengalami overtaken. Ketidakpastian tersebut ditandai dengan adanya berbagai macam kemungkinan yang terjadi pada jenis intervensi yang diberikan tenaga kesehatan pada setiap individu pasien COVID-19 sebagai konsekuensi dari adanya kebuntuan dari aksi serta oleh adanya perbedaan pada apa yang menyertai pasien bahkan tenaga kesehatan itu sendiri sebagai aktor. Artinya, terdapat berbagai agensi-agensi serta terjadinya overtaking oleh objek-objek yang menyertai aksi setiap individu pasien dan tenaga kesehatan COVID-19. Proses komunikasi yang dialami pasien COVID-19 dan tenaga kesehatan mengalami overtaking oleh keharusan tenaga kesehatan untuk berpedoman pada hasil uji klinis pengujian COVID-19. Padahal, ketika menderita COVID-19, sangat tergambar ketidakpastian dari keberagaman ‘cerita’ yang terjadi mengenai bagaimana kondisi pasien saat terinfeksi COVID-19 seperti pada bagaimana gejala yang dirasakan, serta bagaimana pola penularannya itu sendiri. Dari sisi kelembagaan kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia yang dimiliki pemerintah dan berada di lapangan untuk berhadapan langsung dengan COVID-19. Peneliti mendapatkan gambaran bahwa objek-objek yang menyertai aktor pasien dan tenaga kesehatan memiliki kecenderungan alamiahnya menawarkan beranekaragam hal pada tenaga keesehatan dan bahkan seringkali di luar dugaan atau overtaking, dengan kata lain terjadi ‘action is overtaken’ dalam fenomena pembatasan penularan COVID-19 oleh tenaga kesehatan. Sehingga, kapasitas tenaga kesehatan dalam memerangi penyakit menular COVID-19 tergantung pada pengalaman serta faktor-faktor yang terdapat disekitarnya dengan tiap kasus memilki kondisi yang juga berbeda. Dalam kasus COVID-19 tenaga kesehatan tetap harus menjadikan hasil uji klinis tes pengujian COVID-19 sebagai pertimbangan utama karena penyakit COVID-19 tidak hanya soal penyembuhan penyakit individu, namun lebih luas dari itu yaitu ada pertimbangan resiko penularan yang terjadi. Sehingga, dalam hal ini terjadi upaya peningkatan kehidupan secara kolektif. Peneliti menarik kesimpulan utama bahwa pembatasan penularan COVID-19 yang dilakukan tenaga kesehatan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat jika objek- objek yang menyertai pasien dan tenaga kesehatan dapat dikendalikan oleh aktor- aktor yang terkait. Pengendalian tersebut dapat melalui beberapa upaya, yaitu dengan: a) meningkatkan perhatian terhadap kekhususan setiap pasien COVID-19 karena adanya kondisi yang tidak dapat diprediksi; b) melakukan tindakan eksperimental secara kolektif; dan c) meningkatkan kesadaran akan kepastian untuk tetap bergerak oleh semua orang (human) dan segalanya (non-human).