digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak tahun 2020, Indonesia menerapkan penyesuaian harga beli gas bumi dengan menetapkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu, sebagai tindak lanjut yang diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk semakin memacu percepatan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan daya saing industri dalam negeri melalui pemanfaatan gas bumi. Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu ditujukan kepada pengguna gas bumi yang bergerak di bidang industri: pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, sarung tangan karet, serta penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Penetapan Harga Gas Bumi Tertentu dilakukan dengan melakukan penyesuaian terhadap harga gas bumi yang dibeli dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama dan/atau tarif penyaluran gas bumi. Salah satu mekanisme penyesuaian tersebut adalah dengan melakukan pengurangan penerimaan bagian negara yang diperhitungkan melalui bagi hasil sesuai Kontrak Kerja Sama suatu Wilayah Kerja pada tahun berjalan, tanpa mempengaruhi penerimaan bagian Kontraktor. Dengan demikian, penurunan harga gas bumi diharapkan dapat menekan struktur biaya produksi konsumen gas bumi. Namun, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu perlu diaplikasikan secara efektif. Efektivitasnya menjadi penting karena setidaknya dua pertimbangan. Pertama, data yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi gas bumi nasional terus mengalami tren penurunan dalam satu dekade terakhir. Selain itu, cadangan terbukti gas bumi juga menunjukkan kecenderungan penyusutan yang substansial. Pertimbangan kedua adalah keterbatasan penerimaan bagian negara berdasarkan Kontrak Kerja Sama untuk mengkompensasi penyesuaian harga gas bumi. Penerimaan negara dari gas bumi memperlihatkan tendensi yang semakin melandai pada setiap tahun fiskalnya. Salah satu faktor yang melatarbelakangi penurunan penerimaan bagian negara tersebut adalah semakin tuanya usia lapangan penghasil gas bumi Indonesia. Oleh karena itu, Harga Gas Bumi Tertentu seyogianya difokuskan pada komoditas- komoditas yang signifikan dalam hal input gas buminya serta menghasilkan signifikansi nilai tambah bagi perekonomian. Melalui analisis input-output menggunakan data Tabel Input-Output Indonesia 2016 dan statistik Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2016, penelitian ini mengkuantifikasi efek keterkaitan dan dampak pengganda masing-masing sektor di dalam perekonomian dengan tujuan untuk mengidentifikasi komoditas- komoditas yang dapat diprioritaskan sebagai penerima Harga Gas Bumi Tertentu. Secara spesifik, analisis input-output dilakukan untuk mengukur keterkaitan ke belakang langsung, indeks sensitivitas penyebaran, pengganda output, pengganda pendapatan rumah tangga, dan pengganda lapangan kerja dari setiap industri yang menggunakan gas bumi di dalam proses produksinya. Selanjutnya, untuk mendapatkan perbandingan antar sektor industri secara menyeluruh berdasarkan analisis input-output di atas, maka perlu dilakukan pemeringkatan untuk masing-masing sektor dimaksud. Pemeringkatan dilakukan dengan menerapkan metode simple multi-attribute rating technique menggunakan dua kriteria, yaitu: (1) signifikansinya atas gas bumi; dan (2) signifikansinya terhadap perekonomian. Kriteria pertama diukur berdasarkan keterkaitan ke belakang langsung gas bumi, sedangkan kriteria kedua dirinci menjadi empat sub- kriteria, yaitu: indeks sensitivitas penyebaran, pengganda output, pengganda pendapatan rumah tangga, dan pengganda lapangan kerja. Pada penelitian ini, digunakan skenario di mana kedua kriteria tersebut memiliki bobot yang sama besar. Selain itu, masing-masing sub-kriteria pada kriteria kedua juga memiliki bobot yang serupa. Hasil analisis menemukan delapan sektor industri berbeda yang memiliki indikator sosio-ekonomi yang lebih baik dibandingkan seluruh sektor lainnya yang mengkonsumsi gas bumi di dalam perekonomian. Kedelapan komoditas industri tersebut, yaitu: pupuk; listrik; kaca dan barang-barang dari kaca; barang-barang dari tanah liat, keramik dan porselen; kimia dasar kecuali pupuk; barang-barang hasil pengecoran logam; besi dan baja dasar; serta damar sintetis, bahan plastik dan serat sintetis. Penelitian ini merekomendasikan kedelapan bidang industri tersebut sebagai sektor unggulan yang dapat ditetapkan sebagai penerima Harga Gas Bumi Tertentu. Selain itu, diusulkan bahwa penamaan sektor industri yang menjadi sasaran kebijakan tersebut dapat dilakukan menggunakan klasifikasi yang baku dan spesifik sehingga penargetan penerimanya menjadi lebih optimal. Akhirnya, kajian ini diharapkan dapat memperkaya literatur terkait pemanfaatan gas bumi sekaligus memberikan informasi yang andal bagi pembuat kebijakan dalam implementasi Harga Gas Bumi Tertentu ke depannya.