digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 7 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 8 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 9 Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

LAMPIRAN Yunita Arafah
PUBLIC Yoninur Almira

Perkembangan konsep smart city sejak awal sangat didominasi oleh pengaruh infrastruktur keras dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Namun secara perlahan konsep smart city mulai melihat sisi lain yang lebih penting, yaitu smart city as a city with high quality of life, yakni fokus kepada faktor infrastruktur lunak dan manusianya. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan infrastruktur lunak dalam pembahasannya didukung dengan infrastruktur keras. Seiring perkembangannya, konsep smart city dihubungkan secara meluas pada berbagai bidang ilmu. Beberapa peneliti juga telah mengaitkan konsep smart city dengan konsep lainnya yang memiliki visi dan menuju arah yang sama, seperti: smart city dengan konsep sustainablity, smart city dan persuasive city, smart city dan global city, smart city dan digital city, serta smart city dan konsep resiliensi. Resiliensi merupakan salah satu konsep penting yang berdampak terhadap smart city, sehingga penting untuk dimasukkan agar dapat membentuk konsep smart city yang berketahanan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan kasus peristiwa mega tsunami pada 26 Desember 2004 di Gampong Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Dalam merumuskan konsep smart city berbasis resiliensi, analisis dilakukan melalui tiga tahap, yaitu menganalisis model-model smart city yang telah ada sebelumnya melalui metode Analysis, Design, Develop, Investigate, Evaluate; analisis resiliensi melalui pendekatan sociological institutionalism, dan yang terakhir analisis konsep SSRCC atau Soft Smart Resilient City Concept melalui metode pengembangan faktor dan indikator pada masing-masing dimensi yakni dimensi smart people, smart governance, smart living, smarty mobility, smart environment, dan smart economy. Melalui pendekatan analisis sociological institutionalism, disimpulkan bahwa, konsep resiliensi Gampong Lambung dibentuk oleh tiga dimensi dan 10 indikator penting. Pada dimensi aktor, arena dan suasana, indikator terpenting adalah: adanya kekuatan dan karakter kepemimpinan lokal; arena/tempat yang memiliki keuatan ikatan emosional (seperti tempat ibadah, meunasah, dan balai); suasana musyawarah untuk mencapai mufakat atas dasar sukarela dan perasaan senasib sebagai korban bencana. Pada dimensi proses tata kelola, indikator yang palingii penting dalam mencapai resiliensi adalah terjadinya koalisi, kolaborasi dan koordinasi secara luas dengan banyak pihak di dalam dan luar negeri; tata kelola gampong juga fokus sekali pada kegiatan proses perencanaan desa kedepan, meningkatkan prestasi desa, dan peningkatan SDM dibidang ketangguhan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya tsunami akibat gempa bumi. Terakhir pada dimensi budaya tata kelola, indikator yang paling penting adalah; karakter warga yang religius dan berpasrah pada sang maha pencipta, memberikan kekuatan yang lebih dalam menghadapi tekanan berat; budaya masyarakat setempat yang terus dipelihara seperti mempercayai dan menghormati pemimpinnya; serta keterbukaan warga terhadap perubahan dan keterlibatannya dalam proses pembangunan. Dari konsep resiliensi tersebut, maka konsep smart city dengan pendekatan soft infrastructure atau “Soft Smart Resilient City Concept (SSRCC)” dapat dirumuskan menjadi enam dimensi 31 faktor, dan 126 indikator. Dari keenam dimensi, dimensi yang paling penting dan memiliki peran besar adalah dimensi smart people, smart governance, dan smart living. Dimensi smart people menjadi prioritas utama karena pentingnya unsur manusi untuk terus meningkatkan kualifikasinya, keinginan untuk terus belajar, toleransi dan kerukanan dalam pluralitas, fleksibilitas menerima tekanan, kemampuan menyesuaikan diri, sikap kreatif, keterbukaan pikiran, serta tingginya tingkat partisipasi publik dalam proses pembangunan gampong, sehingga dapat mewujudkan konsep SSRCC di dalamnya Hal ini didapat berdasarkan penilaian terhadap masing-masing indikator sejak sebelum bencana, saat bencana, hingga setelah bencana.