ABSTRAK ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi COVER ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 1 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 2 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 3 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 4 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 5 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi BAB 6 ENGGAL ESTUAJI 12017010.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi PUSTAKA Enggal Estuaji
PUBLIC Dedi Rosadi
Sebagai sungai ketiga terbesar di Jawa, Sungai Citarum merupakan sumber pemasok air yang
menopang aktivitas domestik, agrikultur, dan industri bagi 25 juta jiwa. Pada tahun 2018,
Sungai Citarum menerima predikat sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi, hidrogeologi, dan kualitas air
tanah di bagian tenggara lereng Gunung Malabar yang merupakan daerah hulu Sungai
Citarum. Dengan pemetaan geologi dan pengamatan air tanah pada area seluas 72km2, data air
tanah yang diperoleh disandingkan dengan standar Permenkes Nomor 492 Tahun 2010
Tentang Standar Baku Mutu Air Minum dan analisis indeks kerentanan pencemaran air tanah
berdasarkan Ribeiro (2000). Geomorfologi daerah penelitian terdiri dari 10 satuan dengan
jenisnya adalah dataran antar gunungapi, lembah antar gunungapi, kerucut gunungapi, dan
punggungan piroklastik. Daerah penelitian terbagi menjadi 20 satuan geologi dengan jenis
satuannya berupa aliran piroklastik, aliran lahar, jatuhan piroklastik, aliran lava, dan kubah
lava. Terdapat struktur primer berupa kekar berlembar dan struktur sekunder berupa sesar
pada daerah penelitian. Hidrogeologi daerah penelitian terbagi menjadi 4 akuifer dan 2
akuiklud dengan jenis batuannya berupa tuf vulkanik, breksi piroklastik, breksi laharik, dan
andesit. Hasil analisis kualitas air tanah mendapatkan 38 titik mata air penelitian menunjukkan
rentang nilai pH sebesar 1.46-7.7 dan nilai TDS 12-779, dengan persebaran 14 titik mata air
memenuhi standar pH dan 37 titik mata air memenuhi standar TDS. Selain itu, diperoleh juga
indeks kerentanan daerah dengan 10% diantaranya sangat rendah, 16% rendah, 34% sedang,
37% tinggi, dan 3% sangat tinggi. Kemudian, data tersebut divalidasi dengan korelasi indeks
kerentanan terhadap kadar pH, kadar SO4
2-, dan kadar Na+ yang menunjukkan nilai rendah,
tinggi, dan sedang secara berurutan. Hingga akhirnya, diestimasikan bahwa nilai indeks
kerentanan yang dominan tinggi pada area penelitian mungkin diakibatkan oleh proses
geokimia dan aktivitas perkebunan.