Berdasarkan RPI2-JM 2017-2021 Kota Bima, pembangunan sanitasi di daerah
padat penduduk, pendapatan rendah, dan rawan sanitasi yang masih kurang
merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Kota Bima. Kota Bima memiliki
33 titik kawasan yang terindikasi sebagai permukiman kumuh seluas 26,2 Ha yang
tersebar di 15 kantung permukiman dan dihuni oleh lebih dari 25.000 jiwa. Adapun
kawasan dengan tingkat kumuh tinggi salah satunya berada di Kecamatan Rasanae
Barat yang teridentifikasi berada di wilayah bantaran sungai. Diperlukan perhatian
khusus dalam membangun sanitasi di kawasan spesifik. Analisis terhadap sosiokultur
dan partisipasi aktif masyarakat pada kawasan kumuh bantaran sungai dinilai
sebagai hal penting dalam pembangunan sanitasi setempat yang berkelanjutan. Tiga
aspek tersebut dikembangkan menggunakan kerangka kerja IFSS (Integrated
Framework for Sanitation Services) yang merupakan perpaduan antara ekologi
kesehatan masyarakat (aspek struktural, lingkungan, budaya, individu, dan layanan)
dengan ekologi teknik (keberterimaan, konstruksi, penggunaan, pemeliharaan, dan
pembuangan yang aman) melalui penelitian kuantitatif (kuesioner rumah tangga)
dan kualitatif (wawancara mendalam). Dari Analisis PCA didapat dua komponen
penting dengan eigenvalue >1 dan masing-masing variabel memiliki variasi
korelasi >0,45 dan <-0,45. Adapun komponen pertama memiliki korelasi positif
yang ditunjukkan pada variabel frekuensi pemakaian jamban pertama kali dan
persepsi terhadap jamban yaitu nyaman. Komponen ini memiliki nilai yang tinggi
terhadap faktor individu (kendala biaya, prioritas, dan kemampuan) dan lingkungan
sekitar. Dalam keberjalanan praktik sanitasi, faktor sosio-kultur seperti relasi
keluarga dan tetangga, konflik, agama, adaptasi terhadap lokasi dan bencana
mempengaruhi sanitasi baik pada tahapan konstruksi hingga pembuangan yang
aman.