ABSTRAK Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 1 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 2 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 3 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 4 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 5 Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
PUSTAKA Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
LAMPIRAN Nabila Riyanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Disamping perannya sebagai salah satu kegiatan ekonomi terbesar dunia, industri
fesyen atau industri tekstil dan pakaian jadi juga berkontribusi terhadap berbagai
permasalahan sosial dan lingkungan. Memegang predikat sebagai industri pencemar
terbesar kedua setelah perminyakan, salah satu limbah yang dihasilkan oleh industri
ini adalah sampah tekstil. Di era modern ini, dengan fesyen sebagai gaya hidup dan
fast fashion sebagai model ekonomi, peningkatan produksi sampah tekstil merupakan
hal yang tidak terhindarkan. Sementara, bahan tekstil tidak dirancang untuk mudah
terurai, dan dengan kandungan kimia yang dibawanya, membiarkannya tanpa
pengelolaan yang tepat dapat mengancam kelestarian lingkungan. Untuk menanggapi
permasalahan ini, konsep sustainable fashion disandingkan sebagai pendekatan yang
dapat membawa perubahan melalui pola pikirnya yang mengutamakan daya tahan
produk dan penggunaan jangka panjang. Di Kota Bandung yang memiliki sejarah dan
keunggulan di sektor fesyen, konsumsi pakaian yang terus meningkat dan kompetensi
sektor yang kian menjanjikan memunculkan keingintahuan mengenai situasi dari
praktik pengelolaan sampah tekstil dalam konteks sustainable fashion ini. Hasil
analisis deskriptif terhadap 300 sampel kuesioner penduduk yang didukung oleh hasil
analisis kualitatif terhadap hasil wawancara bersama perwakilan dari pemerintahan
dan pelaku usaha menunjukkan bahwa masyarakat sudah menunjukkan adanya aksi
nyata dalam mengelola sampah tekstil yang juga menunjukkan adanya kesadaran dan
kepedulian terhadap isu ini. Meski demikian, sikap dan perilaku yang ada tidak
didasari oleh pengetahuan yang memadai. Hasil analisis asosiasi menunjukkan
bahwa ketiga faktor dalam penerimaan masyarakat tersebut saling berkorelasi, dan
ketiganya juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sosial ekonomi. Dengan
demikian, peluang untuk menjalani gaya hidup berkelanjutan menjadi semakin sulit
ketika rintangan dalam struktur kehidupan masyarakat masih ada. Namun, dengan
mengambil tindakan yang tepat yang mempertimbangkan situasi yang ada, perubahan
yang dicita-citakan bukan merupakan hal yang mustahil bagi Kota Bandung