Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mencegah pembentukan air asam tambang (AAT) adalah dengan cara pencampuran antara batuan yang berpotensi menetralkan asam dengan batuan yang bersifat potentially acid forming (PAF). Penelitian mengenai penggunaan abu batubara sebagai material non-acid forming (NAF) pada campuran dalam upaya pencegahan pembentukan AAT telah banyak dilakukan, baik dalam uji kinetik skala laboratorium maupun skala lapangan. Namun demikian, prosedur pengujian kinetik bersifat kompleks, memakan waktu yang panjang, dan dibutuhkan keahlian operator agar memperoleh hasil yang konsisten. Oleh karena itu, dibutuhkan permodelan geokimia yang dapat menjadi alternatif metode yang dapat menggambarkan karakteristik reaksi geokimia sebagai acuan dalam menentukan pendugaan terhadap performa sistem pencampuran abu batubara.
Pada penelitian ini, efek penambahan fly ash pada pencampuran material PAF dievaluasi melalui pendekatan analitik, dan permodelan geokimia dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku pembentukan dan penetralan AAT dengan bantuan perangkat lunak PHREEQC. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang mencakup hasil uji fisik, uji statik, uji mineralogi & unsur, serta uji kinetik metode
free draining column leach test (FDCLT).
Karakteristik ukuran butir fly ash yang lebih kecil dibanding material PAF berperan dalam mengisi ruang pori pada material campuran yang secara teoritis dapat mencegah pembentukan air asam tambang dengan menurunkan luas permukaan reaksi mineral sulfida dengan air dan oksigen. Di sisi lain, keberadaan alkali pada fly ash akan membantu meningkatkan potensi pengendapan besi hidroksida pada permukaan batuan PAF yang lama kelamaan juga akan mengurangi luas permukaan reaksi mineral sulfida. Transfer mol yang diperoleh dari permodelan geokimia menunjukkan bahwa transfer mol pirit yang mencerminkan terjadinya oksidasi pirit merupakan reaksi yang paling dominan pada kolom pencampuran, dimana jumlahnya berkisar antara 4,64×10-4 hingga 7,89×10-3 mol, sedangkan reaksi penetralannya ditunjukkan oleh transfer mol kalsit (4,12×10-4 – 2,07×10- 3 mol), diikuti oleh periklas (1,95×10-4 – 1.19×10-3 mol) dan kaolinit (9,27×10-8 – 1,41×10- 4 mol). Kedua kondisi tersebut secara simultan akan menekan laju oksidasi pirit secara gradual yang ditunjukkan dengan tren peningkatan nilai pH larutan sehingga pembentukan AAT dapat diminimalisir.