Penggunaan smartphone yang semakin tinggi mempengaruhi kesejahteraan digital
dari penggunanya secara negatif. Penggunaan smartphone yang terlalu tinggi
dapat membuat pengguna memiliki ketergantungan terhadap smartphone hingga
mencapai tingkat adiksi. Kasus ini memunculkan urgensi atas penelitian di bidang
Human Computer Interaction tentang kesengajaan untuk tidak menggunakan
teknologi. Penelitian ini memunculkan konsep Digital Wellbeing yang diadopsi
Google untuk mengembangkan sebuah aplikasi berkonsep tersebut. Namun
ditemukan bahwa aplikasi tersebut memiliki beberapa masalah yang tercerminkan
pada banyaknya keluhan pada ulasan aplikasi tentang keterbatasan utilitas.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah desain interaksi aplikasi yang dapat
mengatasi masalah-masalah dari aplikasi Digital Wellbeing. Proses perancangan
menggunakan metodologi User-Centered Design. Pengumpulan data diawali
dengan menganalisis ulasan dari aplikasi Digital Wellbeing, kemudian dilengkapi
dengan wawancara kepada pengguna aplikasi. Hasil tugas akhir berupa prototipe
high-fidelity aplikasi untuk tampilan perangkat mobile Android. Desain interaksi
memprioritaskan usability goals utility dan learnability, serta mengarahkan kepada
user experience goals helpful dan motivating.
Pengujian dilakukan dengan usability testing kepada target pengguna yang sesuai
dengan persona yang ditentukan, menggunakan metrik pengukuran SUS, SEQ, dan
IMI untuk subskala Value/Usefulness, Interest/Enjoyment, dan Pressure/Tension
untuk mengukur ketercapaian goals. Hasil pengujian menunjukkan bahwa prototipe
berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan, serta mencapai goals
yang diharapkan. Dari pengujian disimpulkan bahwa fitur Search bar, App Group,
dan Daftar Jadwal Aktivasi dari prototipe berperan besar dalam meningkatkan
utilitas aplikasi, serta fitur Daily Goal menjadi fitur unggulan dalam meningkatkan
motivasi pengguna dalam memperbaiki kebiasaan digitalnya.