Pada saat ini penggunaan sistem pengondisian udara di Indonesia semakin
meningkat. Dengan adanya peningkatan tersebut juga mengakibatkan peningkatan
konsumsi energi listrik. Sementara itu sebagian besar produksi energi listrik di Indonesia
masih mengandalkan PLTU berbahan bakar batu bara. Pembakaran batu bara sendiri
menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan sistem pengondisian udara yang efisien untuk mengurangi konsumsi listrik
yang dibutuhkan. Salah satu sistem yang dianggap efisien adalah sistem district cooling.
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan perbandingan antara sistem
pengondisian udara individual dan sistem pengondisian udara district cooling. Walaupun
sudah didapatkan hasil bahwa sistem district cooling lebih efisien dari sistem individual,
tetapi pengembangan desain masih harus dilakukan supaya mendapatkan desain dengan
konsumsi energi listrik maupun biaya siklus hidup yang paling sedikit. Jadi, pada
penelitian ini dilakukan optimasi desain sistem district cooling pada kawasan residensial
calon ibu kota baru Indonesia. Optimasi dilakukan dengan melakukan pemilihan ulang
unit pengolah udara dan mendesain ulang central cooling plant. Selain itu, membagi
setiap blok menjadi beberapa sub kluster dan menentukan ulang diameter pipa juga
dilakukan untuk menentukan spesifikasi pompa yang akan digunakan.
Sebelum dilakukan optimasi, konsumsi listrik district cooling sebesar 50.955.007
kWh/tahun dan biaya siklus hidup dalam jangka waktu 25 tahun sebesar
Rp1.967.624.826.071,00. Adapun setelah dilakukan optimasi konsumsi listrik menjadi
sebesar 47.205.465 kWh/tahun dan biaya siklus hidup selama 25 tahun menjadi sebesar
Rp1.810.202.254.509,00. Dengan demikian, optimasi desain berhasil dilakukan dengan
efisiensi konsumsi energi listrik sebesar 7,36% dan efisiensi biaya sebesar 8,00%.