digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada saat ini penggunaan sistem pengondisian udara di Indonesia semakin meningkat. Dengan adanya peningkatan tersebut juga mengakibatkan peningkatan konsumsi energi listrik. Sementara itu sebagian besar produksi energi listrik di Indonesia masih mengandalkan PLTU berbahan bakar batu bara. Pembakaran batu bara sendiri menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengondisian udara yang efisien untuk mengurangi konsumsi listrik yang dibutuhkan. Salah satu sistem yang dianggap efisien adalah sistem district cooling. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan perbandingan antara sistem pengondisian udara individual dan sistem pengondisian udara district cooling. Walaupun sudah didapatkan hasil bahwa sistem district cooling lebih efisien dari sistem individual, tetapi pengembangan desain masih harus dilakukan supaya mendapatkan desain dengan konsumsi energi listrik maupun biaya siklus hidup yang paling sedikit. Jadi, pada penelitian ini dilakukan optimasi desain sistem district cooling pada kawasan residensial calon ibu kota baru Indonesia. Optimasi dilakukan dengan melakukan pemilihan ulang unit pengolah udara dan mendesain ulang central cooling plant. Selain itu, membagi setiap blok menjadi beberapa sub kluster dan menentukan ulang diameter pipa juga dilakukan untuk menentukan spesifikasi pompa yang akan digunakan. Sebelum dilakukan optimasi, konsumsi listrik district cooling sebesar 50.955.007 kWh/tahun dan biaya siklus hidup dalam jangka waktu 25 tahun sebesar Rp1.967.624.826.071,00. Adapun setelah dilakukan optimasi konsumsi listrik menjadi sebesar 47.205.465 kWh/tahun dan biaya siklus hidup selama 25 tahun menjadi sebesar Rp1.810.202.254.509,00. Dengan demikian, optimasi desain berhasil dilakukan dengan efisiensi konsumsi energi listrik sebesar 7,36% dan efisiensi biaya sebesar 8,00%.