WA ODE SRI RIZKI
PUBLIC Latifa Noor
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
EMBARGO  2027-10-31 
EMBARGO  2027-10-31 
WA ODE SRI RIZKI
PUBLIC Latifa Noor
Kemajuan ekonomi dan pertumbuhan populasi manusia tidak terhindarkan dari
peningkatan komoditas dan perubahan gaya hidup yang secara tidak langsung
berdampak pada peningkatan permintaan dan produksi plastik. Plastik yang umum
digunakan masyarakat saat ini, merupakan plastik yang berbahan dasar minyak
bumi, sulit terdegradasi secara alami, sehingga menyebabkan penumpukan sampah
plastik di lingkungan. Sampah plastik menimbulkan polusi dan permasalahan
mikroplastik bagi organisme hidup. Untuk mengatasi masalah ini, maka diperlukan
adanya inovasi baru yang ramah lingkungan. Bioplastik adalah biopolimer hayati
yang merupakan plastik lebih ramah lingkungan dibandingkan plastik berbahan
dasar minyak bumi. Penggunaan bioplastik akan mengurangi kebergantungan pada
minyak bumi dan mendukung ekonomi sirkular karena bioplastik mudah
terdegradasi untuk menghasilkan elemen yang mendukung pertumbuhan mikroba
dan tanaman, yang pada akhirnya dapat menghasilkan bioplastik kembali.
Polihidroksibutirat (PHB) merupakan salah satu jenis bioplastik yang dihasilkan
oleh bakteri. Salah satu keunggulan PHB dibandingkan jenis bioplastik lainnya
adalah kemudahan dan kecepatannya untuk terurai secara biologis saat berinteraksi
dengan mikroorganisme di lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, minat
terhadap PHB meningkat secara signifikan karena sifatnya yang mirip dengan
plastik dari minyak bumi, seperti polipropilena. Namun, secara komersial produksi
PHB masih terkendala oleh efisiensi produksi yang rendah, biaya produksi yang
tinggi, dan proses hilirisasi yang rumit. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi
produksi PHB dari dua bakteri lokal dan meningkatkan produksi PHB dengan
memanfaatkan teknologi DNA rekombinan menggunakan sistem satu plasmid dan
dua plasmid dalam sel inang Escherichia coli.
Pada penelitian ini, hasil penapisan menggunakan Nile red menunjukkan bahwa H.
elongata BK-AG25 dan Salinivibrio sp. merupakan bakteri bakteri potensial dalam
memproduksi PHB. PHB yang dihasilkan telah dianalisis menggunakan FT-IR.
Dalam high medium (HM), kedua bakteri menghasilkan PHB intrasel dengan kadar
rendah, yang kemudian dioptimasi melalui pendekatan single factor. Hasil optimasi
menunjukkan bahwa H. elongata BK-AG25 dengan 2,33±0,12 g/L biomassa
menghasilkan kadar PHB tertinggi sebesar 74±4% (b/b) dalam HM yang
mengandung 0,2% (b/v) ekstrak ragi dan 5% (b/v) NaCl, setelah inkubasi 72 jam.
Sementara itu, dalam HM yang mengandung 15% (v/v) limbah kelapa sawit
(POME), 5% (b/v) NaCl, 0,1% (b/v) ekstrak ragi, dan 0,1% (b/v) ammonium sulfat,
Salinivibrio sp. memiliki 0,17±0,01 g/L biomassa yang menghasilkan kadar PHB
tertinggi sebesar 63±6% (b/b). Pada kondisi ini, masing-masing H. elongata BK
AG25 dan Salinivibrio sp. memproduksi PHB 3,5 dan 21,6 kali lebih besar
dibandingkan produksinya dalam HM normal.
PHB yang diproduksi oleh kedua bakteri memiliki morfologi berbentuk lembaran.
PHB yang dihasilkan oleh H. elongata BK-AG25 telah dianalisis menggunakan 1H
NMR, sedangkan PHB yang dihasilkan oleh Salinivibrio sp. tidak dapat dianalisis
menggunakan 1H NMR karena memiliki kemurnian yang rendah akibat
penggunaan POME sebagai sumber karbon. Analisis kestabilan termal terhadap
PHB yang dihasilkan oleh H. elongata BK-AG25 menunjukkan 91% dekomposisi
pada 263 °C, sedangkan PHB yang dihasilkan oleh Salinivibrio sp. hanya
terdekomposisi 74% pada 285 °C. Hasil ini mendukung rendahnya kemurnian PHB
yang diproduksi oleh Salinivibrio sp. meskipun proses pemurnian telah diupayakan
dengan maksimal. Hasil analisis komposisi atom menggunakan EDS terhadap PHB
yang diproduksi oleh Salinivibrio sp. menunjukkan adanya atom Na dan Cl,
memperkuat rendahnya kemurnian pada PHB yang diproduksi oleh Salinivibrio sp.
Oleh sebab itu, H. elongata BK-AG25 dipilih untuk penelitian selanjutnya dalam
upaya peningkatan produksi PHB melalui pendekatan teknologi DNA rekombinan.
Gen phbA, phbB, dan phbC yang berperan dalam biosintesis PHB pada H. elongata
BK-AG25 telah berhasil diisolasi menggunakan pendekatan PCR. Gen-gen tersebut
telah ditentukan urutannya dan hasil analisis bioinformatika memberikan urutan
palindrom pengenalan enzim restriksi yang dapat disisipkan pada kedua ujung
masing-masing gen untuk membuat sistem operon ekspresi pada satu plasmid
(pET-phbABC) dan dua plasmid (pET-phbC/pET-phbAB). Gen phbA, phbB, dan
phbC dari H. elongata BK-AG25 ini memiliki ukuran 1211, 747, dan 1813 pb.
Analisis SDS-PAGE menunjukkan bahwa ketiga gen dalam sistem satu dan dua
plasmid memberikan ekspresi yang sama, yakni menghasilkan protein PhbA, PhbB,
dan PhbC yang memiliki ukuran 26, 43, dan 68 kDa. Dalam medium LB yang
mengandung 2% (b/v) glukosa, rekombinan E. coli BL21(DE3)/pET-phbABC
memberikan 1,98±0,08 g/L biomassa yang menghasilkan kadar PHB tertinggi
sebesar 81±21% (b/b) setelah inkubasi 48 jam. Sementara itu, rekombinan E. coli
BL21(DE3)/pET-phbC/pET-phbAB memberikan 2,25±0,1 g/L biomassa dengan
kadar PHB tertinggi 86±0,5% (b/b) setelah inkubasi 72 jam. PHB yang dihasilkan
oleh kedua sistem memiliki morfologi berbentuk lembaran dengan kemurnian
tinggi dan struktur yang sama seperti yang dihasilkan oleh H. elongata BK-AG25.
Analisis kestabilan termal menunjukkan bahwa PHB yang dihasilkan oleh E. coli
BL21(DE3)/pET-phbC/pET-phbAB memiliki kestabilan termal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PHB yang dihasilkan oleh E. coli BL21(DE3)/pET-phbABC.
Data-data ini mengindikasikan bahwa produksi PHB lebih baik dilakukan dalam
sistem dua plasmid, yakni menghasilkan PHB dengan kadar dan kestabilan termal
yang tinggi, meskipun memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena ekspresi gen phbC oleh promotor independen
dalam sistem dua plasmid terjadi secara lebih efisien sehingga polimerisasi
pembentukan PHB dapat berjalan dengan maksimal. Hasil penelitian ini
menyarankan bahwa E. coli BL21(DE3)/pET-phbC/pET-phbAB merupakan klon
rekombinan yang potensial untuk digunakan dalam produksi PHB skala industri,
namun kestabilan kedua plasmid dalam sel inang masih perlu dipelajari.