Negara Indonesia merupakan negara pantai yang telah meratifikasi hukum laut
internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS III)
tahun 1973-1982, melalui ratifikasi tersebut negara Indonesia telah menyatakan
tunduk pada ketentuan-ketentuan UNCLOS III. Dengan memperhatikan kondisi
Indonesia yang seringkali terjadi pelanggaran perundang-undangan yang berkaitan
dengan wilayah perairan, pada UNCLOS III terdapat salah satu zona maritim, yaitu
Zona Tambahan dimana negara pantai mempunyai untuk mengontrol dan
melaksanakan pengawasan di bidang imigrasi, kepabeanan, cukai, keuangan,
karantina kesehatan, dan benda-benda cagar budaya. Namun, untuk saat ini di
Indonesia belum memiliki peraturan perundangan-undangan yang mengatur secara
khusus mengenai Zona Tambahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian
yang membahas mengenai sejauh mana penegakan hukum dan penetapan batasbatas
di Zona Tambahan Indonesia telah dilakukan, yang merupakan salah satu
konsekuensi dari ratifikasi hukum internasional dan mempertimbangkan pada zona
maritim tersebut Indonesia memiliki hak-hak untuk mengoptimalkan penjagaan
kedaulatan negara.
Dengan metode analisis deskriptif terkait aspek legal dan aspek teknis, diperoleh
bahwa peraturan nasional yang ada, belum sepenuhnya mengakomodir mengenai
norma-norma hukum pada Zona Tambahan khususnya mengenai bea, fiskal,
imigrasi, dan saniter serta diketahui belum adanya peraturan nasional tentang
pengendalian benda-benda arkeologi atau bersejarah di Zona Tambahan Indonesia.
Kewenangan instansi penegak hukum di Zona Tambahan, jika peraturan Zona
Tambahan sudah disahkan antara lain dapat dilakukan oleh BAKAMLA, TNI-AL,
PPNS Bea Cukai, PPNS Direktorat Jenderal Pajak, PPNS Keimigrasian, dan PPNS
Kekarantinaan Kesehatan. Kemudian berkaitan dengan batas, Zona Tambahan
Indonesia berbatasan dengan Wilayah Filipina, Papua Nugini, Malaysia, dan Timor
Leste. Namun, masih terdapat beberapa wilayah perbatasan dengan negara lain
yang belum dan perlu dirundingkan.