Terasi merupakan produk fermentasi dari udang yang digunakan sebagai bumbu penyedap pada berbagai masakan di Indonesia. Produk seperti terasi atau yang lebih dikenal dengan istilah fermented shrimp paste dikonsumsi oleh masyarakat China dan Asia Tenggara sebagai bumbu masakan atau sebagai makanan pokok. Adanya perbedaan terhadap bahan baku, proses pembuatan, kadar garam dan lama fermentasi membuat beragamnya produk fermented shrimp paste di dunia. Fermentasi melibatkan berbagai mikroorgansime yang memiliki peranan sebagai penentu rasa dengan mengeluarkan berbagai metabolit pada produk fermentasi yang pada akhirnya menentukan penerimaan masyarakat terhadap suatu produk. Penelitian ini bermaksud untuk standarisasi pembuatan terasi untuk mendapat kualitas terasi terbaik melalui optimasi proses fermentasi (kadar garam dan lama fermentasi) didukung dengan kajian metagenomik dan metabolomik.
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan pertama bertujuan mengkaji proses pembuatan, profil kualitas terasi, dan hubungan antara bahan baku, proses pembuatan dengan kualitas terasi di Indonesia. Tahap kedua memiliki tujuan menstandarkan penggunakan kadar garam pada terasi untuk meningkatkan kualitas terasi di Indonesia dan mengkaji komunitas mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan terasi. Tahap ketiga dilakukan untuk menganalisis peran komunitas mikroorganisme dan menganalisis perubahan metabolit selama proses pembuatan terasi pada terasi dengan kualitas terbaik.
Tujuan setiap tahapan pada penelitian ini dicapai dengan beberapa metode. Pada tahap I, dilakukan identifikasi udang dengan metode Omori, pH dengan metode AOAC, uji kadar air dan kadar abu dengan metode termogravimetri, kadar garam dengan metode Mohr, kadar protein dengan metode Kjehdahl, kadar lemak dengan metode hidrolisis, uji asam amino menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi (KCKT), uji kualitas mikrobiologi (E. coli, Salmonella dan Total Viable Count), uji organoleptik dan uji hedonik. Pada tahap II, dinamika populasi bakteri diamati secara metagenomik dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) pada daerah V3-V4 dan Illumina sekuensing. Kualitas terasi yang diamati yaitu pH, kadar garam, uji proksimat, uji kualitas mikrobiologi, uji hedonik dilakukan dengan cara yang sama dengan tahap I. Pada tahap III, perubahan
fisiologis komunitas bakteri dan perubahan metabolit pada terasi dengan kadar garam terpilih (15%) masing-masing dilakukan dengan menggunakan EcoPlateTM dan dengan pendekatan metabolomik tanpa target (untargeted metabolomics) menggunakan kromatografi gas yang dipasangkan dengan spektrofotometri massa (GC/MS).
Hasil yang diperoleh pada tahap I menunjukkan terasi dari berbagai sentra terasi memiliki perbedaan kualitas. Udang yang digunakan untuk pembuatan terasi adalah Acetes indicus, A. japonicus, A. vulgaricus, A. sibogae, dan Metapenaeus lysianassa. Terasi yang diproduksi dari berbagai sentra terasi di Indonesia menunjukkan perbedaan kualitas yang dipengaruhi oleh cara pengolahan (fermentasi, penggaraman, dan pengeringan). Terasi dari sentra Toboali yang dibuat dengan menggunakan A. japonicus dengan fermentasi awal selama 48 jam merupakan terasi yang memiliki rasa yang disukai, asam amino dan asam glutamat yang tinggi sehingga terpilih sebagai metode pembuatan terasi untuk tahap II.
Hasil pada tahap II menunjukkan adanya perbedaan kualitas terasi dan dinamika populasi bakteri pada proses fermentasi terasi dengan penambahan kadar garam 5%, 10%, 15% dan 20%. Terasi dengan garam 15% memenuhi standar SNI 2716:2016 berdasarkan persyaratan kadar garam, kadar air, kadar protein, kadar abu tak larut asam dan tidak mengandung bakteri patogen dan pembusuk selama fermentasi. Terasi dengan garam 15% pada 21 hari fermentasi merupakan terasi yang paling disukai dan memenuhi standar sensorik SNI 2716:2016. Pada fermentasi awal (48 jam) dan fermentasi pada masa penyimpanan hingga 14 hari, terasi dengan garam 15% didominasi oleh Staphylococcus cochnii, Salimicrobium jeotgali, dan Corticicoccus populi. Pada 7 hari fermentasi pada masa penyimpanan, selain bakteri-bakteri tersebut, juga mendominasi Alkalibacillus almallahensis. Pada 21 dan 28 hari fermentasi pada masa penyimpanan terasi dengan garam 15% didominasi oleh Alkalibacillus almallahensis dan Lentibacillus kimchii.
Hasil pada tahap III menunjukkan adanya perubahan fisiologis komunitas bakteri dan perubahan metabolit selama fermentasi terasi dengan garam 15%. Pada fermentasi awal (48 jam) hingga 14 hari fermentasi pada masa penyimpanaan, aktivitas komunitas bakteri paling tinggi dalam mendegradasi substrat karbohidrat (xilosa). Pada akhir masa penyimpanan (21 dan 28 hari fermentasi), aktivitas komunitas bakteri paling tinggi dalam mendegradasi glisil-L asam glutamat. Golongan gula (mannosa, ribosa, maltosa, glukosa dan N-asetil glukosamin), golongan amina (histamin dan 1,3 propanadiamin), glutamin, asam asetoasetat dan asam dekanoat menurun sepanjang fermentasi terasi. Golongan asam amino (tirosin, metionin, fenilalanin, asam aspartat, N-asetil valin dan N-asetil leusin), asam karboksilat (asam laktat, asam gliserat dan urokanat) dan asam behenat meningkat sepanjang fermentasi terasi. Terdapat beberapa senyawa prekursor rasa dan penguat rasa pada terasi dengan garam 15% yaitu asam glutamat, asam aspartat, asam laktat, ribosa, dipeptida dan adanya reaksi Maillard.