Indonesia terletak pada wilayah zona tektonik aktif yang berasosiasi dengan
pertemuan batas lempeng serta sesar aktif sehingga memiliki tingkat aktivitas
seismik yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan tingginya potensi bencana gempa
bumi di Indonesia. Penelitian untuk mempelajari gempa bumi di Indonesia sudah
sering dilakukan. Namun, salah satu gempa yang merusak yaitu gempa Situbondo
tahun 2018 dengan kekuatan M6.2 belum dipelajari dengan baik. Penelitian ini akan
menginvestigasi pola deformasi yang terjadi setelah gempa bumi Situbondo tahun
2018. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tujuh stasiun
pengukuran Global Positioning Sistem (GPS) yang dipasang dan direkam oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG). Pengolahan data yang dilakukan meliputi tahap
persiapan data yang dilanjut dengan pengolahan utama untuk mencapai tujuan pada
penelitian ini. Hasil dari pengolahan utama adalah vektor kecepatan (velocity
vector) yang diperoleh dari pemodelan secara linear dan model viskoelastik. Kedua
hasil tersebut digunakan untuk menentukan pola deformasi wilayah Situbondo dan
sekitarnya. Hasil menunjukkan bahwa pola deformasi wilayah Situbondo dan
sekitarnya didominasi oleh pengaruh afterslip dan megathrust coupling dari zona
subduksi di selatan Pulau Jawa