Sebagian besar penghuni rumah susun masih membawa gaya hidup landed house,
seperti menimbun barang. Kasus ini dapat merugikan masyarakat ketika evakuasi
bencana. Proses evakuasi tentunya tidak selalu berjalan mulus. Sehingga
hambatan dan penumpukan akan memperpanjang waktu evakuasi dan
menimbulkan risiko kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian risiko
evakuasi gempa pada hunian vertikal dengan memperhatikan aspek perilaku
penghuninya. Studi kasus berada di tiga blok bangunan Rusunawa Rancacili Kota
Bandung. Analisis risiko bencana gempa bumi yang dilakukan pendekatan
perhitungan berbasis pembobotan, dan dilakukan pendekatan simulasi evakuasi
bencana berbasis kinerja. Variabel risiko bencana gempa bumi meliputi indeks
ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Indeks ancaman didefinisikan melalui
pembobotan nilai percepatan tanah (PGA Value) di sekitar lokasi studi kasus.
Indeks kerentanan dilakukan dengan mengakumulasi persamaan kerentanan
sosial, ekonomi, dan fisik. Selain itu, indeks kapasitas diperoleh dari upaya
pemerintah dalam penanggulangan bencana terhadap lokasi studi kasus dan
kontribusi masyarakat melalui kuesioner dengan pertanyaan tertutup. Terdapat
dua skenario untuk melakukan proses simulasi evakuasi, yaitu skenario kondisi
hambatan dan bebas hambatan. Simulasi evakuasi dilakukan dengan Agent-Based
Modeling (ABM) menggunakan perangkat lunak Pathfinder. Kemudian dilakukan
interpretasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tingkat risiko bencana
melalui hasil simulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko bencana di Rusunawa Rancacili tergolong sedang. Berdasarkan hasil pembobotan,
kerentanan sosial yang tinggi dan kapasitas yang rendah merupakan faktor
penyebab risiko evakuasi gempa. Sedangkan berdasarkan hasil analisis kinerja,
hambatan ruang dalam, dan ruang luar, serta karakteristik penghuni merupakan
faktor risiko evakuasi gempa