digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK ASEP PERMANA
PUBLIC Open In Flip Book Alice Diniarti

Meningkatnya beban lalu lintas dan iklim tropis di Indonesia memberikan sumbangan kerusakan yang sangat cepat pada perkerasan jalan di Indonesia Salah satu jenis perkerasan yang dapat dipertimbangkan menjadi solusi mengatasi permasalahan kerusakan jalan yang menunjang pembangunan adalah Stone Matrix Asphalt (SMA) yang merupakan jenis perkerasan lentur yang dikembangkan di Jerman sekitar pertengahan tahun 1960. SMA mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis perkerasan lainnya karena perkerasan SMA mempunyai ketahanan terhadap alur, fleksibilitas dan durabilitas yang tinggi ( Ibrahim M. Asi., 2006). masalah utama pada SMA adalah pengaliran aspal dan kegemukan aspal (bleeding ), karenanya diperlukan bahan stabilisasi aspal yang bisa berupa serat dan polimer. Serat digunakan dalam campuran aspal untuk dua tujuan utama, pertama meningkatkan ketangguhan dan ketahanan terhadap retak dan yang kedua menstabilkan pengkat aspal (Hansen et al., 2000). Sebagai negara tropis Indonesia memiliki potensi tinggi produksi kelapa. Luas areal tanaman kelapa mencapai 3.654.478 Ha dengan total produksi sekitar 3.051.585 ton (DitJenbun, 2014). penelitian yang dilakukan oleh Oda (2012) menyatakan bahwa penambahan serabut kelapa meningkatkan nilai modulus resilient sebesar 14%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh raviteja (2019) penambahan serat dalam campuran SMA memberikan stabilitas lebih tinggi, dan menunjukkan resistensi yang lebih tinggi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kelembaban. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja penambahan serabut kelapa sebagai bahan penstabil sebagai bahan pengganti serat selulosa terhadap nilai modulus resilien dan deformasi permanen dengan menggunakan pemadatan Marshall. Pengujian ini dimulai dengan pengujian properties, dilanjutkan dengan pembuatan benda uji dengan menggunakan pemadat Marshall berdasarkan spesifikasi Bina marga 2018. Kemudian pengujian resilient modulus menggunakan alat UMATTA dan pengujian rutting menggunakan alat Hamburgh Wheel Tracking pada kondisi basah. Berdasarkan pengujian properties didapat agregat dan aspal telah memenuhi spesifikasi. Campuran SMA yang menggunakan serabut kelapa 0,5% mempunyai nilai KAO yang lebih kecil dibandingkan dengan campuran yang menggunakan serat selulosa dan campuran yang menggunakan serabut kelapa 0,3%, dimana campuran SMA yang menggunakan serabut kelapa 0,5% mempunyai nilai KAO 6% sementara campuran SMA yang menggunakan serabut kelapa 0,3% mempunyai nilai KAO 6,2% dan campuran SMA yang menggunakan serat selulosa mempunyai nilai KAO 6,25%. Perbandingan nilai nilai resilien modulus campuran yang menggunakan bahan penstabil serat selulosa, serabut kelapa, rock woll dan polyester didapatkan hasil bahwa campuran yang menggunakan serabut kelapa mempunyai nilai resilien modulus terbesar dengan campuran yang menggunakan serabut kelapa 0,5% memiliki nilai resilien modulus yaitu 3162,8 Mpa. Dari hasil pengujian HWTD campuran yang menggunakan serabut kelapa sebagai bahan tambah baik itu yang 0,3% dan 0,5% lebih tahan terhadap rutting dibandingkan dengan campuran yang menggunakan serat selulosa sebagai bahan tambah, Dimana nilai rutting dari campuran yang menggunakan serat selulosa yaitu 2,75 mm sementara nilaia rutting untuk serabut kelapa 0,3% sebagai bahan tambah yaitu 2,35 mm dan untuk seerabut kelapa 0,5% yaitu 2,57 mm.