Pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan di perkotaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas manusia dan industri yang menghasilkan zat-zat pencemar udara yang menyebabkan kualitas udara menurun. Pada umumnya, sumber utama pencemaran udara di perkotaan adalah kegiatan transportasi. Salah satu pencemar udara yang dihasilkan oleh transportasi adalah karbon monoksida (CO). Pemahaman tentang konsentrasi CO sangat penting karena jika konsentrasinya melebihi batas tertentu yang diperbolehkan akan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Dalam penelitian ini, metode support vector regression (SVR) digunakan untuk memprediksi konsentrasi CO dengan memvariasikan parameter kernel untuk memperoleh akurasi pemodelan dan prediksi terbaik. Tinjauan terhadap parameter meteorologi sangat penting karena sangat mempengaruhi konsentrasi zat-zat pencemar udara. Sehingga, pada penelitian ini dilakukan interpretasi hubungan antara parameter-parameter meteorologi juga dilakukan dengan menggunakan analisis transformasi wavelet, yaitu continuous wavelet transform (CWT) dan wavelet transform coherence (WTC). Skema ini diterapkan pada
data temperatur, kelembaban udara, curah hujan, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang diukur pada stasiun geofisika Bandung, stasiun meteorologi Kertajati, Majalengka, dan stasiun geofisika Sleman. Pada penelitian ini, dilakukan juga interpretasi pengaruh parameter meteorologi terhadap konsentrasi CO pada kota Bandung.
Hasil penelitian prediksi konsentrasi CO menunjukkan bahwa nilai akurasi prediksi terbaik adalah 97,68% dengan nilai parameter kernel ? = 0,02, ? = 30, dan C = 0,006. Hasil prediksi menunjukkan bahwa trend konsentrasi CO prediksi sejalan dengan data konsentrasi CO yang sebenarnya, menunjukkan bahwa hasil prediksi sangat akurat. Konsentrasi CO prediksi menunjukkan adanya penurunan, hal ini disebabkan oleh peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan yang terjadi pada bulan September. Fenomena ini digambarkan pada spektrum WTC antara konsentrasi CO dengan curah hujan. Hasil analisis CWT dan WTC menjelaskan bahwa temperatur dan kelembaban udara terdeteksi memiliki intensitas yang kuat pada bulan September hingga Desember 2019, yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim hujan dengan periode 20 – 30 untuk temperatur dan periode 5 – 10 untuk kelembaban. Pada stasiun meteorologi Kertajati,
intensitas temperatur yang signifikan terlihat pada periode 170 – 200 pada bulan November 2019 – Maret 2020, terjadi pada peralihan musim hujan ke musim kemarau. Intensitas temperatur yang kuat pada stasiun geofisika Sleman ditunjukkan pada spektrum transformasi wavelet dengan periode 5 dan 10 yang terjadi pada musim kemarau di bulan Juli – Agustus 2018. Korelasi antara temperatur dan kelembaban udara negatif dengan koherensi tidak sefase. Temperatur dan curah hujan memiliki koherensi tidak sefase sehingga berkorelasi negatif. Intensitas terbesar berlangsung pada stasiun geofisika Sleman dengan periode 128 terjadi pada bulan Agustus 2019 – Juni 2020. Koherensi temperatur dengan lama penyinaran matahari sefase dan berkorelasi positif. Stasiun geofisika Sleman mencatat periode tertinggi pada bulan Juli 2018 – Juni 2020 dengan periode 128 – 256. Pada stasiun geofisika Bandung dan Sleman, korelasi
temperatur dengan kecepatan angin positif, dan pada stasiun meteorologi Kertajati negatif.
Kelembaban udara lebih dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari dibandingkan curah hujan dan kecepatan angin. Curah hujan memiliki korelasi yang kuat dengan lama penyinaran dibandingkan dengan kecepatan angin. Curah hujan tidak sefase dengan lama penyinaran matahari dan berkorelasi negatif. Lama penyinaran dengan kecepatan angin memiliki korelasi positif.
Parameter meteorologi yang paling mempengaruhi konsentrasi CO adalah temperatur udara, kelembaban udara, dan curah hujan. Temperatur udara berkorelasi positif dengan konsentrasi CO pada bulan Juni tetapi berkorelasi negatif pada bulan Maret – April. Kelembaban udara berkorelasi negatif dengan konsentrasi CO pada bulan Juni. Curah hujan berkorelasi negatif dengan konsentrasi CO pada bulan April – Mei yang merupakan musim kemarau. Lama penyinaran matahari dan kecepatan angin hanya pada beberapa waktu pengamatan menunjukkan korelasi yang negatif dan tidak signifikan. Pada penelitian ini menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi CO tidak hanya dipengaruhi oleh satu parameter saja tetapi kolaborasi dari beberapa parameter meteorologi dan beberapa faktor yang lain.