Abstrak :
Gelombang tsunami dapat terbentuk akibat adanya pergesaran vertikal massa air. Pergeseran ini bisa terjadi oleh gempa, letusan gunung berapi, runtuhan gunung es, dan meteor yang jatuh di laut. Gelombang tsunami dapat dikategorikan sebagai gelombang panjang. Panjang gelombangnya mencapai ratusan kilometer dengan amplitudo +/- 1 meter ketika merambat di laut dalam. Gelombang ini biasanya merambat dengan kecepatan +/- 30-1000 km/jam, periode 5-90 menit.
Rambatan gelombang tsunami dapat dibedakan kedalam dua zona. Zona pertama adalah zona dimana aliran masih berupa gelombang dan zona kedua adalah zona dimana aliran yang terjadi seperti rambatan banjir biasa. Perubahan zona tersebut terjadi karena adanya shoaling dan run up gelombang. Pada saat gelombang mendekati garis pantai, shoaling akan menyebabkan gelombang kehilangan energinya. Amplitudo gelombang akan bertambah besar sedangkan panjang gelombangnya memendek. Aliran rambatan di lahan akan dipengaruhi oleh tinggi run up dan kekasaran dasar. Aliran yang terjadi pada saat merambat di lahan juga dipengaruhi oleh debris, akan tetapi pada studi ini diabaikan.
Model yang dikembangkan merupakan model rambatan tsunami di perairan dangkal hingga ke darat. Parameter yang mempengaruhi rambatan gelombang adalah, tinggi, periode, panjang gelombang dan arah gelombang datang; kontur dan bathimetri; penutup lahan; kedalaman/muka air normal.
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan persamaan pengatur St.Venant Dinamik dan Boussinesq bentuk standar. Persamaan pengatur St.Venant diselesaikan dengan skema numerik Mac Cormack, sedangkan persamaan Boussinesq diselesaikan dengan skema Adam Bashford.
Batasan wet/dry ditetapkan pada persamaan St.Venant dengan memberikan batasan minimum kedalaman. Jika kedalaman air lebih kecil dari kedalaman minimum, maka kecepatan dan kedalaman di titik tersebut akan diberi nilai nol. Pada model Boussinesq, batasan wet/dry tidak diberikan. Syarat batas bebas dirichlet diterapkan untuk kedalaman dan kecepatan searah dengan sumbu. Untuk kecepatan tegak lurus sumbu, digunakan ekstrapolasi.Gelombang datang dimasukkan sebagai syarat batas di laut tempat gelombang datang. Faktor kekasaran dasar dimasukkan pada model St.Venant sebagai kekasaran manning. Nilai kekasaran nol ditetapkan untuk domain laut. Pada kontur atau bathimetri yang kompleks, model tidak stabil akibat munculnya caustic wave. Untuk mengatasinya, diterapkan filter numerik pada model.
Hasil pemodelan rambatan gelombang pada saluran tanpa adaya kemiringan dasar untuk kedua model menunjukkan waktu rambat yang sama. Akan tetapi gelombang hasil model St. Venant lebih cepat meluruh dibandingkan gelombang hasil model Boussinesq. Hal ini disebabkan oleh adanya suku disipasi pada persamaan Boussinesq. Waktu real time yang diperlukan untuk model Boussinesq dua kali lipat waktu yang diperlukan untuk model St.Venant.
Perbandingan model run up persamaan St.Venant dengan data eksperimen dan model numerik lain memberikan komparasi yang baik. Pemodelan gelombang dengan persamaan St.Venant untuk kasus gelombang menabrak suatu struktur vertikal juga memberikan hasil yang sesuai dengan teori gelombang pantul sempurna.
Simulasi Tsunami Aceh, 2004 dilakukan untuk model St.Venant. Kontur lahan dan proses gridding model menggunakan bantuan GIS. Data gelombang pengukuran dari kapal Mercator di lepas pantai Thailand pada saat tsunami 2004 dimasukkan sebagai input karena tidak ada data pengukuran gelombang di lepas pantai Aceh saat terjadinya tsunami. Hasil pemodelan tidak menunjukkan komparasi yang baik dengan pengukuran lapangan. Hal ini dikarenakan gelombang datang yang digunakan tidak dapat mewakili kondisi yang terjadi di lepas pantai Aceh. Analisis bilangan froude pada simulasi untuk kasus Aceeh menunjukkan bahwa bahwa gelombang datang pada umumnya berada pada zona 1 (froude kurang dari 1). Batasan terjauh dimana gelombang yang merambat di darat masih berada di zona ini adalah kurang lebih 4 km dari garis pantai. Setelah melewati batas ini, gelombang telah dapat dikategorikan berada di zona 2.Bentuk gelombang pecah yang terjadi pada umumnya adalah Collapsing.
Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa batasan zona pada rambatan gelombang tsunami dapat ditentukan dengan menggunakan bilangan froude.