BAB 1 Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Rizqi Dharma Hendrawan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Proses Bayer merupakan proses pengolahan bijih bauksit menjadi alumina yang menghasilkan limbah berupa residu bauksit yang apabila tidak dikelola dengan baik, dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Residu bauksit yang memiliki kandungan besi tinggi (>30%) memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif industri besi-baja dengan cara melakukan proses reduksi besi oksida yang terkandung di dalamnya. Indonesia merupakan negara dengan produksi minyak sawit terbesar di dunia yang menghasilkan produk samping berupa cangkang kelapa sawit yang dapat diolah sebagai arang cangkang kelapa sawit yang disebut palm kernel shell charcoal (PKSC). Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengolahan limbah residu bauksit dan cangkang kelapa sawit untuk mengurangi permasalahan lingkungan dan meningkatkan nilai guna dari kedua komponen tersebut. Penelitian ini memanfaatkan arang cangkang kelapa sawit sebagai reduktor dalam proses reduksi besi oksida dari residu bauksit untuk menghasilkan logam besi.
Serangkaian percobaan telah dilakukan yang dimulai dengan preparasi residu bauksit, cangkang kelapa sawit, dan batubara. Karakterisasi awal untuk residu bauksit dilakukan menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF), untuk cangkang kelapa sawit dilakukan uji proksimat, sementara untuk batubara dilakukan uji proksimat, uji ultimat, dan uji kandungan abu. Sampel residu bauksit kemudian dibentuk menjadi briket sebanyak 2 gram dan diselimuti dengan 5 gram reduktor dengan proporsi PKSC dan batubara yang divariasikan. Briket residu bauksit yang telah diselimuti oleh reduktor direduksi pada temperatur 1000-1450 °C selama 120 menit dengan metode isotermal-gradien temperatur menggunakan muffle furnace. Hasil reduksi berupa logam besi dan terak ditimbang berat dan diukur dimensinya. Mikroskop optik, SEM-EDS, dan perangkat lunak ImageJ dimanfaatkan dalam menganalisis hasil reduksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan logam besi optimum didapatkan sebesar 81,99% dengan kadar besi 94,63% yang terjadi pada temperatur isotermal akhir 1450 °C dengan kondisi 100% PKSC dalam reduktor. Pada temperatur isotermal akhir 1450 °C dihasilkan produk logam berupa iron granule yang memberikan perolehan rata-rata di atas 70%, sedangkan pada temperatur isotermal akhir 1350 °C dan 1400 °C produk logam berbentuk fines dengan perolehan logam besi di bawah 60%. Peningkatan proporsi PKSC sebagai reduktor akan meningkatkan perolehan logam besi meskipun kadar besi di dalamnya menurun. Pada temperatur isotermal akhir 1450 °C dan 0% PKSC di dalam reduktor, kadar
Fe, S, dan P didapatkan sebesar 95,51%; 0,25%; dan 0,35%, sedangkan pada kondisi 100% PKSC kadar Fe, S, dan P sebesar 94,63%; 0,34%; dan 0,22%.