digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pertanian digital muncul sebagai metode baru untuk mengelola koordinasi secara efektif di bidang pertanian. Ini meningkatkan sistem pertanian dengan memperkuat koordinasi pertanian melalui berbagi pengetahuan yang memadai sebagai hasil dari berbagi data dan informasi. Sayangnya, tingkat adopsi teknologi pertanian digital oleh petani kecil di Indonesia masih rendah. Dimensi kepribadian dan motivasi petani yang rendah menjadi penyebab rendahnya tingkat adopsi ini. Dengan pertimbangan tersebut, penting untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan adopsi, terutama platform digital di kalangan petani, khususnya di Indonesia. Seperti yang disebutkan sebelumnya, penulis menggunakan karakteristik motivasi yang diwakili dalam teori pencapaian tujuan sebagai teori yang mendasari untuk menentukan pola adopsi teknologi di kalangan petani. Pencapaian tujuan dianggap sebagai (cukup) standar kompetensi tertentu dan penggambaran kognitif yang berfokus pada kemungkinan berbasis kompetensi. Menurut teori ini, individu dapat dikelompokkan menjadi empat karakteristik: pendekatan penguasaan, penghindaran penguasaan, pendekatan kinerja, dan penghindaran kinerja. Dengan melakukan pemodelan dan simulasi berbasis agen, penelitian ini mengambil pendekatan yang berbeda dengan mengusulkan gamifikasi dalam pemanfaatan platform digital, yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam koordinasi rantai pasokan. Selain itu, penelitian ini mencoba melihat koordinasi rantai pasokan pertanian dari perspektif baru Pertanian 4.0, sedangkan penelitian sebelumnya tentang koordinasi rantai pasokan pertanian terkait erat dengan contract to farm. Studi kasus di Komunitas Petani Muda Keren Bali dilakukan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi dan memodelkan adopsi platform digital di antara para petani di komunitas. Untuk menjembatani koordinasi antara petani dan koperasi, masyarakat membangun platform berbasis mobile bernama Bali Organik Subak (BOS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan penguasaan dan pendekatan kinerja berpengaruh signifikan terhadap adopsi tingkat dibandingkan dengan jenis lainnya. Selain itu, simulasi model yang diusulkan dengan gamification menunjukkan bahwa ketika probabilitas adopsi meningkat ke nilai terkecil 10% dengan adanya gamification,