PT. Hutama Karya (Persero) ("PTHK") adalah Badan Usaha Milik Negara yang
diamanatkan pemerintah untuk mengusahakan 24 ruas Jalan Tol Trans Sumatera
("JTTS") mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan
Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Pengusahaan JTTS saat ini telah mencapai 13
ruas pada tahap pertama yang terdiri dari 5 (lima) ruas operasi dan 8 (delapan) ruas
konstruksi dengan biaya investasi Rp136 Triliun, dimana selanjutnya akan dilanjutkan
untuk tahap berikutnya yang belum financial close. JTTS memiliki manfaat dan
kelayakan secara ekonomi namun belum layak secara finansial karena Volume Lalu
Lintas Harian (“LHR”) yang rendah sehingga JTTS tidak mampu membayar bunga
atas porsi pinjaman. Defisit arus kas terjadi karena tidak tercapainya rencana LHR
akibat penundaan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah oleh pemerintah.
Kinerja keuangan PTHK semakin memburuk setelah mendapatkan penugasan dari
segi rasio keuangan.
Aksi korporasi untuk meningkatkan kinerja keuangan PTHK dapat dilakukan dengan
Asset Recycling dari ruas yang telah beroperasi yang terdiri dari Medan – Binjai,
Bakauheni – Terbanggi Besar, Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung.
Berdasarkan analisis potensi default, pelepasan ketiga aset ruas tol tersebut tidak
melanggar negative covenant yang tercantum dalam HK Indenture terkait GMTN.
Oleh karena itu, PTHK dapat menindaklanjuti Asset Recycling dengan total usulan
valuasi harga wajar sebesar Rp. 34.35 triliun, dimana PTHK harus mendapatkan
persetujuan pengesahan tarif dan perpanjangan masa konsesi. Alokasi dana Asset
Recycle akan digunakan untuk restrukturisasi utang sebesar Rp. 24.5 triliun dan
pendanaan ruas baru sebesar Rp. 9,8 triliun. Untuk menghindari masalah hukum di
kemudian hari, PTHK disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak lain yang
berkepentingan dalam hal kepastian tata kelola selama kegiatan aksi korporasi.