Teritorialitas dalam arsitektur dipahami sebagai gagasan tentang pengorganisasian ruang suatu lingkungan binaan melalui suatu mekanisme perilaku tertentu yang terkait dengan masalah perbedaan ruang serta pengontrolan terhadap penempatan dan perwujudan batas-batasnya. Rumah merupakan salah satu teritori manusia yang paling mendasar yang berwujud. Rumah sebagai suatu teritori, dimiliki, digunakan secara ekslusif, bersifat sangat privat dan terbatas hanya untuk dan oleh suatu keluarga tertentu. Rumah memisahkan "dunia" dari suatu keluarga dengan keluarga lainnya. Rumah merupakan teritori tempat tinggal sekaligus arena dimana sebagian besar praktek-praktek domestik dilakukan dan keberadaan diri terekspresikan. Kemapanan bertempat tinggal di dalam suatu rumah memungkinkan seseorang memiliki kontrol teritorial, mendefinisikan keberadaan diri dan status serta menjadi bagian dari suatu tempat dan memaknai sekelilingnya. Teritorialitas berfungsi dan berperan penting dalam pembentukan kemapanan bertempat tinggal ini sekaligus menjadi kerangka acuan di dalam pengorganisasian spasial dan sosial suatu tempat tinggal. Teritorialitas menjadikan rumah memiliki makna, dari sebuah "space" menjadi "place", dari sekedar "house" menjadi "home". Melalui pemaknaan inilah suatu rumah dapat dihuni, dipertahankan dan dibina eksistensinya serta dapat memaknai lingkungan sekitarnya.
Pemahaman teritorialitas tersebut digunakan untuk meneliti fenomena teritorialitas domestik rumah dari salah satu bentuk lingkungan permukiman urban khas Indonesia, yaitu kampung-kota. Dengan mempergunakan pendekatan hubungan perilaku manusia terhadap lingkungan dan dilakukan melalui penghayatan dua studi kasus kampung kota terpilih di kota Bandung, penelitian ini berupaya untuk meng-konstruksi-kan pemahaman terhadap teritorialitas domestik rumah kampung kota melalui (1) pengungkapan hubungan antara perilaku teritorialitas dengan unsur-unsur ruang-bentuk dari rumah-rumah di kampung kota; (2) pendefinisian entitas fisik teritorialitas domestik rumah kampung kota yang terkait dengan pengorganisasian ruang rumah dan (3) pengkonstruksian sistem pemaknaan teritorialitas domestik rumah guna memahami dan membingkai berbagai hubungan, baik antara perilaku teritorial dengan unsur-unsur ruang-bentuk maupun di dalam totalitas entitas fisiknya.
Penelitian ini mengungkap beberapa temuan esensial. Pertama, perwujudan entitas fisik teritorialitas domestik rumah kampung kota yang merupakan kesatuan dari dua domain yang terpisah yaituarea rumah yang merupakan "ruang milik" dan area gang depan rumah yang merupakan "ruang bukan milik" namun di-clam sebagai "bagian dari ruang milik" secara temporal yang ditandai melalui rutinitas penggunaannya maupun perseptual yang ditandai melalui tindakan pemeliharaan tempat tersebut. Kedua, peranan setiap aspek teritorialitas dalam pengorganisasian ruang dari teritori rumah. Aspek legalitas hak milik individual berperan memisahkan antara "ruang milik" dan "ruang bukan milik". Aspek aktivitas penghuni rumah berperan memisahkan sekaligus menyatukan antara "ruang milik" dan "ruang bukan milik" melalui penempatan kegiatan-kegiatan domestik yang didasarkan pada prioritas kebutuhan atau kepentingan serta persepsi penghuninya. Hal ini berarti susunan ruang rumah kampung kota, dapat berubah atau diubah secara fleksibel dan penghuninya beradaptasi langsung atas perubahan-perubahan yang terjadi. Sementara dalam penempatan dan perwujudan batas lebih terasa karena fungsinya bukan karena fisiknya. Batas-batas fisik rumah lebih menunjukkan batas kepemilikan daripada teritorialitas yang sesungguhnya. Sedangkan aspek persepsi penghuni rumah memperkuat penyatuan antara "ruang milik" dan "ruang bukan milik" dan menegaskan claim sebagai "bagian dari ruang milik". Ketiga, makna-makna teritorialitas bagi pemilik atau penghuni rumah di kampung kota, diantaranya : peneguhan posisi diri, kelangsungan hidup dan keluarga, perlindungan diri dan kontrol interaksi sosial serta mengungkap identitas diri secara temporer.
Temuan-temuan tersebut memberikan kontribusi penting, terutama bagi ilmu arsitektur khususnya dalam pendidikan arsitektur dimana pengetahuan merancang suatu lingkungan binaan seperti rumah dan permukiman, selayaknya mempertimbangkan hal-hal yang bersifat temporer maupun perseptual dalam rancangan bentuk-ruang, selain aspek fungsional dan estetika.