Kepadatan penduduk Indonesia yang tidak merata menjadikan terdapat kawasan
padat bangunan-penduduk dengan risiko tinggi terhadap bahaya kebakaran. Sebagai
contoh, kepadatan penduduk urutan pertama mencapai 15.978 jiwa/km2 (Provinsi
DKI Jakarta), padahal kepadatan penduduk Indonesia hanya 142 jiwa/km2 (BPS,
2021). Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta, sepanjang
2020 terdapat 1505 kejadian kebakaran dengan kerugian mencapai Rp.
252.057.901.000. Meski demikian, asuransi kebakaran masih belum banyak diminati
oleh masyarakat jika dibandingkan dengan asuransi umum (misal kendaraan) dan
asuransi jiwa (mediaindonesia.com). Padahal aset rumah tinggal, gudang, dan kantor
memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga penting untuk diberikan perlindungan agar
pemiliknya (tertanggung) terbebas dari kerugian akibat kerusakan atau kehancuran
yang terjadi secara acak.
Penelitian tesis ini dimulai dengan menganalisis data kebakaran di Indonesia periode
2006-2016 okupasi 2927 dan 2937. Terdapat total 388 klaim dengan tiga jenis
pertanggungan; (i) bangunan (179 klaim), (ii) stok dan konten (126 klaim), dan (iii)
bangunan, stok, dan konten (83 klaim). Informasi hasil fitting distribusi tiga jenis
pertanggungan tersebut akan digunakan untuk mengestimasi nilai net premi optimal
dari model yang dibangun. Pemodelan premi umumnya menggunakan metode
konvensional yaitu hanya melibatkan satu pihak (penanggung), tanpa pihak
tertanggung. Padahal, penetapan premi yang terlalu besar memungkinkan produk
tersebut ditolak oleh tertanggung, dan sebaliknya premi yang terlalu kecil
memungkinkan pihak penanggung mengalami gagal bayar klaim. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mempertimbangkan pihak tertanggung dalam proses estimasi nilai
premi bersih melalui formulasi teori permainan dua pemain (TP(2)) Stackelberg.
Penanggung sebagai pemimpin permainan menawarkan 3 (tiga) produk asuransi
kebakaran: polis A (bangunan), B (stok dan konten), dan C (bangunan, stok, dan
konten). Selanjutnya tertanggung sebagai pengikut akan mengambil keputusan untuk
menerima atau menolak penawaran produk tersebut. Pengambilan keputusan
penanggung akan dilakukan berdasarkan maksimasi fungsi keuntungan ( ) yakni
selisih pendapatan dan pengeluaran atas strategi yang dipilih tertanggung. Sementara
keuntungan tertanggung ( ) dimodelkan menggunakan fungsi utilitas
eksponensial ( )
( ) dan logaritma natural, ( ) ( ) untuk
ii
dengan asumsi risk aversion. Selanjutnya, optimisasi nilai premi pada kedua
fungsi keuntungan masing-masing pemain dilakukan menggunakan Algoritma
Genetika (AG). Algoritma Genetika adalah suatu metode optimisasi nilai fungsi
dengan memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal proses evolusi,
meliputi pewarisan sifat, seleksi alam, persilangan, dan mutasi gen.
Hasil penelitian ini adalah selang premi optimal untuk polis A, B, dan C untuk
masing-masing fungsi utilitas. Premi optimal untuk Polis A, B, dan C dengan (i)
fungsi utilitas eksponensial berturut-turut (0.799043, 0.826065) miliar, (1.491276,
1.498457) miliar, dan (1.298029, 1.300866) miliar, (ii) fungsi utilitas logaritma
natural berturut-turut (0.741696, 0.754026) miliar, (1.064551, 1.251490) miliar,
dan (0.900665, 0.925279) miliar. Skenario terbaik yang memaksimumkan
keuntungan masing-masing pihak dengan adalah (i) fungsi utilitas eksponensial
pihak tertanggung, dengan penanggung menawarkan Polis C pada selang
(1.298029, 1.300866) miliar, dan (ii) fungsi utilitas logaritma natural pihak
tertanggung, dengan penanggung menawarkan Polis B pada selang premi
(1.064551, 1.251490) milyar. Adapun skenario optimal adalah menggunakan (i),
dengan selang keuntungan sebesar (0.96427, 0.96711) miliar untuk penanggung,
dan (0.96286, 0.96427) miliar untuk tertanggung.