Berdasarkan data dari BMKG, terhitung mulai tanggal 10 hingga 21 Agustus 2019, tercatat 69 kali gempabumi terjadi di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Aktivitas gempabumi tersebut dikategorikan sebagai gempa swarm. Hal ini dikarenakan pola sebaran episenter gempa relatif lokal dan memiliki magnitudo relatif kecil (? M 4,0) dengan frekuensi terjadinya relatif tinggi. BMKG
telah melakukan analisis awal dan menduga bahwa gempa swarm yang terjadi disebabkan oleh sesar lokal. Namun diperlukan sebuah kajian yang lebih rinci untuk mengetahui kemenerusan sesar yang menjadi penyebab gempa swarm. Penempatan jaringan seismograf yang lebih rapat diharapkan dapat memberikan rekaman kejadian gempa secara lebih baik. Pada penelitian ini, dilakukan penentuan kejadian gempa swarm menggunakan sinyal bentuk gelombang seismik yang terekam pada jaringan seismik lokal. Instalasi jaringan pengamatan seismik lokal temporer dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerjasama dengan BMKG. Sebanyak 8 seismograf ditempatkan di area sekitar sumber gempa swarm yang terdistribusi di Sukabumi, Bogor, Pelabuhan Ratu, dan Bayah Banten.
Berdasarkan proses picking yang dilakukan secara manual menggunakan software Seisgram2K, sebanyak 56 fase gelombang P dan 56 fase gelombang S teridentifikasi dari 9 event gempa yang memenuhi kriteria, yaitu event gempa yang memiliki nilai selisih ts - tp ? 10 detik serta terekam minimal pada 4 stasiun dengan fase gelombang P dan S yang jelas. Sebagai pengontrol kualitas data observasi,
hasil plotting diagram wadati menunjukkan nilai rasio Vp/Vs sebesar 1.686. Berdasarkan penentuan hiposenter gempabumi yang dilakukan menggunakan metode non-linear dengan perangkat Nonlinloc, 9 event tersebut berada pada kedalaman berkisar antara 0.2 Km hingga 53 Km. Kemudian dilakukan waveform cross-correlation untuk update waktu tiba gelombang P. Tahap akhir dari proses pengolahan data dilakukan relokasi hiposenter gempabumi menggunakan perangkat lunak HypoDD dengan metode Double-Difference. Hasil relokasi hiposenter menunjukkan penggunaan data hasil cross-correlation sebagai input algoritma double-difference dapat memberikan hasil yang lebih baik, dimana 7 dari
9 event yang terelokasi, terpusat pada lokasi yang saling berdekatan dan dekat dengan stasiun SB08. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian terkait seismic hazard assessment.