ABSTRAK Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 1 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 2 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 3 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 4 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 5 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira BAB 6 Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira PUSTAKA Cece Juarsa
PUBLIC Yoninur Almira 2022 TS PP CECE JUARSA_LAMPIRAN.pdf)u
PUBLIC Yoninur Almira
Permasalahan mobilitas perkotaan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
merupakan salah satu isu strategis kawasan. Tingginya penggunaan kendaraan
pribadi yang tidak sebanding dengan pertambahan kapasitas jalan telah
menyebabkan kemacetan yang kronis serta peningkatan penggunaan bahan bakar
fosil dan emisi gas rumah kaca. Pengelolaan angkutan umum hingga saat ini belum
memecahkan permasalahan mobilitas perkotaan yang terjadi secara lintas wilayah
kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Oleh karena itu,
diperlukan perencanaan mobilitas perkotaan yang terintegrasi dengan
menggunakan konsep mobilitas perkotaan berkelanjutan sesuai dengan amanat
target 11.2 SDGs dan NUA. Namun demikian, konsep mobilitas perkotaan
berkelanjutan cukup sulit untuk diterapkan karena adanya hambatan-hambatan
yang muncul untuk mewujudkannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi hambatan utama dalam mewujudkan mobilitas perkotaan
berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kategori sifat penelitian deskriptif. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada para ahli yang terlibat
dalam perencanaan dan implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan di
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Kuesioner pertama untuk memperoleh
verifikasi terhadap daftar hambatan hasil tinjauan pustaka. Hasilnya diperoleh
sebanyak tujuh belas sub faktor, dengan rincian satu sub faktor merupakan
hambatan dalam penyusunan rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan, lima sub
faktor merupakan hambatan dalam implementasi rencana mobilitas perkotaan
berkelanjutan, dan sebelas sub faktor merupakan hambatan dalam penyusunan
rencana maupun implementasinya, yang dikelompokkan ke dalam lima faktor,
yaitu: (1) hukum dan kelembagaan, (2) anggaran, (3) sosial dan budaya, (4) praktis
dan teknologi, dan (5) karakteristik kota. Kuesioner kedua untuk memperoleh bobot
nilai kepentingan prioritas dari setiap faktor dan sub faktor dalam daftar hambatan
yang telah terverifikasi tersebut dengan menggunakan metode analytic hierarchy
process (AHP). Hasilnya diperoleh tiga faktor yang menjadi hambatan utama dalam
perencanaan dan implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan karena
memiliki pengaruh yang besar dan sangat penting untuk mewujudkan mobilitas
perkotaan berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, yaitu: (1)ii
hukum dan kelembagaan, (2) anggaran, dan (3) sosial dan budaya. Hasil lainnya
diperoleh sepuluh sub faktor yang menjadi hambatan utama dalam perencanaan dan
implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, yaitu: (1) kurangnya integrasi antara kebijakan transportasi
dan penggunaan lahan, (2) tumpang tindihnya kewenangan dan kurangnya
koordinasi antara kelembagaan baik secara vertikal maupun horizontal dalam
perencanaan dan implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan, (3)
keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk berinvestasi dalam moda
transportasi yang lebih berkelanjutan, (4) kurangnya keterlibatan pemangku
kepentingan dalam perencanaan dan implementasi rencana mobilitas perkotaan
berkelanjutan, (5) kurangnya payung hukum untuk penyusunan rencana dan
implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan, (6) kurangnya dukungan
dan penerimaan publik terhadap perencanaan dan implementasi rencana mobilitas
perkotaan berkelanjutan, (7) konflik antara kebijakan mobilitas perkotaan
berkelanjutan dengan kebijakan lain, (8) keterbatasan subsidi anggaran dari
pemerintahan yang lebih tinggi untuk implementasi rencana mobilitas perkotaan
berkelanjutan, (9) keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk perumusan
rencana dan implementasi rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan, dan (10)
ketidaktersediaan data dan informasi untuk perumusan rencana dan implementasi
rencana mobilitas perkotaan berkelanjutan.