Persediaan merupakan salah satu komponen modal kerja yang sangat penting, terutama dalam
industri benih. Ketepatan persediaan benih merupakan kunci keberhasilan karena pengisian
kembali stok benih membutuhkan waktu lebih dari enam bulan, sedangkan waktu tanam
tergantung pada musim dan cuaca. Pada tahun 2019, PT XYZ mencadangkan persediaan usang
sebesar Rp 40 miliar atau 13% dari total persediaan yang ada. Kondisi ini terutama disebabkan
kurangnya koordinasi antara bagian penjualan, perencanaan persediaan dan produksi benih.
Pembelian persediaan hanya didasarkan pada rencana akhir tahun, dan evaluasi berkala tidak
dilakukan secara bersama-sama. Setiap perubahan dalam departemen penjualan atau produksi
dicatat di bagian masing-masing saja. Selain itu, perusahaan tidak mempertimbangkan lead
time dan waktu yang tepat untuk menanam setiap tanaman, padahal setiap tanaman memiliki
lead time dan waktu tanam yang berbeda. Inventaris lain yang dapat mempengaruhi produksi
benih (misalnya, stock seed /parental seed) tidak disertakan dalam rencana pembelian
inventaris karena perusahaan tidak memiliki product tree atau bill of material.
Penelitian ini mencoba menganalisis permasalahan persediaan di perusahaan dengan
menggunakan metode campuran (kualitatif dan kuantitatif) untuk memberikan solusi yang
dapat mencegah terjadinya bad stock yang signifikan di masa yang akan datang. Sebagai
rekomendasi akhir, empat solusi potensial diusulkan untuk masalah persediaan perusahaan
melalui ABC Analysis dan Sales & Operation Planning (S&OP). Yang pertama adalah
membuat product tree atau bill of material yang akan membantu perusahaan memahami
bahan baku yang saling terkait; dengan demikian, akan lebih mudah untuk merencanakan
bahan yang dibutuhkan. Yang kedua adalah mengidentifikasi karakteristik setiap persediaan
berdasarkan product tree yang dibuat sebelumnya. Berdasarkan identifikasi tersebut,
perusahaan dapat menentukan model persediaan yang sesuai (Fixed-Time Inventory Model
atau Fixed-Quantity Inventory Model) untuk setiap karakteristik persediaan. Ketiga,
meningkatkan kolaborasi antara penjualan dan operasi melalui S&OP. Kolaborasi ini akan
membantu perusahaan untuk memahami setiap perubahan rencana yang dibuat oleh
departemen yang berbeda dan mengambil inisiatif untuk menanggapi perubahan tersebut.
Terakhir, pengelompokan persediaan menggunakan ABC Analysis akan membantu perusahaan
mengalokasikan waktu dan energinya untuk mengevaluasi persediaan penting.
Pengelompokan ini akan membantu perusahaan fokus pada 46 varietas dan membantu
perusahaan memitigasi risiko kelebihan persediaan Rp 46,7 miliar dan kekurangan persediaan
Rp 77 miliar.