digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800









2022_TS_PP_DIMAS_ARYO_LAMPIRAN.pdf ]
Terbatas  sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pilihan terbaik yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menata kawasan permukiman informal di sudut kota, sebagai kawasan yang terbentuk karena timpangnya biaya perumahan di perkotaan dengan pendapatan yang diperoleh masyarakat kelas bawah. Penelitian ini menggunakan kerangka manajemen konflik untuk menjelaskan bagaimana pemerintah menata kawasan informal atau kumuh sebagai salah satu permasalahan dalam ruang lingkup tata ruang. Penelitian ini berangkat dari konflik yang muncul dalam upaya penataan kawasan kampung Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara yang dilakukan melalui upaya penggusuran. Konflik laten yang telah ada pada kampung Akuarium justru meluas skalanya menjadi bentuk konflik terbuka dengan adanya korban dari kedua belah pihak. Oleh karena itu, upaya resolusi konflik yang diambil dalam penanganan konflik kampung akuarium menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian dari peneliti. Utamanya, hasil dari dinamika yang muncul setelah munculnya konflik terbuka yang diakhiri oleh peremajaan kampung yang skema perencanaannya menggunakan metode pendekatan community action plan (CAP). Berdasarkan fakta tersebut, peneliti mencoba untuk membahas lebih lanjut mengenai penggunaan metode pendekatan community action plan (CAP) dalam kerangka manajemen konflik sebagai upaya untuk mengelola konflik terbuka yang muncul pada kebijakan penataan kawasan permukiman informal pada perkotaan di Indonesia, khususnya sebagai sebuah strategi untuk meredam konflik yang muncul yang dalam hal ini menggunakan studi kasus pada kampung Akuarium. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan terlebih dahulu bagaimana konflik terbuka pada penggusuran kampung akuarium dapat muncul, bagaimana proses terjadi, hingga penahapannya dari awal terjadi terjadinya konflik dapat berakhir melalui serangkaian upaya resolusi. Berdasarkan penelitian yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan terkait seperti warga kampung Akuarium, lembaga swadaya masyarakat (LSM) pendamping warga, hingga para pemangku kebijakan seperti instansi pemerintahan terkait, didapati kesimpulan bahwa penggunaan metode pendekatan community action plan (CAP) dalam proses perencanaan kawasan informal dapat secara efektif meredam berbagai permasalahan sebagai sumber potensi konflik. Adanya perbedaan kebutuhan atau kepentingan dari masing-masing aktor yang berkepentingan dapat terakomodasi secara baik melalui bentuk perencanaan yang kolaboratif. Selain itu, tingkat penerimaan atau ii acceptance dari masing-masing pihak terhadap hasil perencanaan yang dilakukan juga meningkat karena masing-masing pihak dapat terlibat secara aktif dalam pelaksanaan perencanaan yang dilakukan secara kolaboratif. Kebutuhan dan kepentingan dari masing-masing pihak dapat terakomodir secara baik dalam sebuah upaya perencanaan kawasan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi yang dilakukan dalam upaya meredam konflik terbuka yang muncul dapat secara efektif dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan ini. Berdasarkan beberapa argumen diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan metode pendekatan community action plan (CAP) dalam upaya mengelola konflik terbuka maupun laten yang muncul dapat secara efektif digunakan dalam kerangka manajemen konflik. Hal ini menjadi sebuah bentuk kebaruan (noveltis) dalam studi, dimana hingga saat ini dua hal ini seringkali berjalan secara berbeda dan masih cukup sedikit studi yang membahas hal ini, atau justru belum ada studi yang membahas dua konsep tersebut dalam sebuah kerangka kajian yang sama. Hal ini juga berkenaan terhadap penelitian yang dilakukan peneliti yang berangkat dari kasus terlebih dahulu, dimana kasus yang terjadi cukup menarik dan belum ada kasus sejenis yang muncul pada perkotaan di Indonesia, khususnya Jakarta. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat menjadi sebuah bentuk saran terhadap pengelolaan konflik sejenis, khususnya pada kawasan informal yang seringkali dilakukan pendekatan kebijakan penataan berupa penggusuran, dibanding peremajaan kawasan dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaannya.