ABSTRAK Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti COVER Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti BAB 6 Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Budianto Santoso
PUBLIC Alice Diniarti
Gempa Palu—Donggala dengan kekuatan 7,5 M yang disusul dengan fenomena likuefaksi dan tanah longsor terjadi pada tahun 2018 akibat Sesar Geser Palu—Koro berarah utara—selatan yang terletak di Cekungan Air Tanah (CAT) Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Mayoritas kerusakan yang terkait langsung dengan longsor—likuefaksi, menjadikan masalah ini sebagai salah satu bencana longsor—likuefaksi paling signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya likuefaksi adalah posisi muka air tanah yang dangkal, sehingga penurunan muka air tanah dapat menjadi salah satu mitigasi yang tepat. Oleh sebab itu, pemodelan numerik diperlukan untuk menyediakan referensi kredibel terkait prediksi penurunan muka air tanah bagi perencanaan mitigasi likuefaksi di masa mendatang. Untuk mendapatkan model yang kredibel, maka jumlah, distribusi, dan kapasitas sumur produksi untuk menurunkan muka air tanah pada elevasi tertentu harus diidentifikasi terlebih dahulu.
Cekungan Air Tanah (CAT) Palu terletak di Kota Palu dan Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang secara geografis terletak pada koordinat UTM 813150—830100 mT dan 9850903 – 9908291 mU dengan luas 417,87 km2. Satuan geologi regional Cekungan Air Tanah (CAT) Palu terdiri atas Kompleks Batuan Metamorfis (Km), Kompleks Wana (TRw), Formasi Latimojong (Kls), Batuan Terobosan (Tmpi), Formasi Pakuli (Qp), serta Aluvium dan Endapan Pantai (Qa). Satuan hidrogeologi regional Cekungan Air Tanah (CAT) Palu terdiri atas Akuifer Produktif Tinggi, Akuifer Produktif Sedang, Akuifer Produktif Rendah Setempat, dan Akuifer Produktif Kecil Setempat Berarti. Pemodelan numerik dilakukan pada empat daerah yang terdampak likuefaksi, yaitu Desa Balaroa, Desa Sibera dan Jono Oge, Desa Petobo, dan Desa Sibalaya.
Berdasarkan simulasi, debit pemompaan maksimum dari sumur produksi yang dapat digunakan adalah 15 L/ detik dan distribusi sumur produksi berada pada interval 500 m. Hasil prediksi penurunan muka air tanah di area terdampak likuefaksi Desa Balaroa adalah 0,43—4,3 m, Desa Sidera dan Jono Oge adalah 0,31—7,02 m, Desa Petobo adalah 0,04—5,95 m, dan Desa Sibalaya adalah 0,31—4,07 m.