digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

MEOR merupakan salah satu teknik tertiary recovery yang memanfaatkan aktivitas mikroba yang dapat membantu mobilisasi minyak bumi di dalam sumur. In-situ MEOR dapat dilakukan dengan menambahkan nutrisi ke dalam sumur minyak untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri indigen hidrokarbonoklastik, terutama pendegradasi fraksi berat minyak bumi. Nutrisi tersebut dapat diformulasikan dengan tepat apabila komunitas bakteri di dalam sumur dapat diketahui dengan baik. Setiap sumur memiliki keragaman bakteri yang berbeda, namun secara umum bakteri pendegradasi fraksi ringan akan memiliki aktivitas yang tinggi pada awal injeksi nutrisi dilakukan, untuk kemudian diikuti oleh aktivitas bakteri pendegradasi hidrokarbon fraksi berat. Pada penelitian ini dilakukan studi analisis struktur komunitas bakteri di dalam sumur minyak bumi secara culture independent beserta potensinya, khususnya dalam mendegradasi fraksi minyak berat. Sampel komunitas bakteri awal berasal dari brine yang dipekatkan dengan cara sentrifugasi. Kemudian dilakukan ekstraksi DNA dari isolat bakteri tersebut untuk selanjutnya dilakukan targeted sequencing dengan illumina miseq yang menargetkan daerah V4 dari 16S rRNA. Selanjutnya dilakukan kultivasi bertahap sebanyak 2 kali, secara Batch dengan komposisi medium berupa brine steril dan 0,1% ekstrak ragi. Ke dalam medium ditambahakan 2% minyak bercampur brine non steril sebagai sumber inokulum dan substrat utama. Kultivasi dilakukan sebanyak dua tahap, dengan masing-masing inkubasi selama 14 hari pada agitasi 150 rpm pada suhu 50°C. Bakteri yang tumbuh serta minyak yang terdegradasi pada tahap pertama kultivasi, akan digunakan sebagai sumber inokulum dan substrat utama pada Tahap kedua. Pada akhir tahap I dan II, diambil sebanyak 40 ml medium untuk dilakukan ekstraksi DNA, serta sequencing dengan metode yang sama. Dilakukan juga uji fraksi penyusun minyak dengan metode kromatografi kolom silika. Hasilnya secara metagenomik didapatkan komunitas bakteri didominasi oleh genus Tepidiphilus (49,76%), Lysinibacillus (5.78%), Paracoccus (3.57%), dan Empedobacter (3.38%). Seiring dengan kultivasi bertahap terjadi perubahan struktur komunitas bakteri. Pada akhir tahap I, terlihat struktur komunitas bakteri didominasi oleh genus Bhargavaea (76,78%), Tepidiphilus (19.56%), dan Bacillus (2.46%). Teramati pula adanya penurunan persentase fraksi saturated yang cukup besar (35%), begitu juga dengan fraksi resin (0,56%), dan aspal (0,58%). Hal ini didukung oleh hasil identifikasi marka gen yang menunjukkan domanisi bakteri yang memiliki gen alkB dan ladA yang merupakan gen penting dalam degradasi senyawa alkana dan alkana rantai panjang di awal kultivasi tahap I. Pada akhir tahap II kultivasi, masih ditemukan dominasi oleh genus yang sama yaitu Bhargavaea (92.97%), Tepidiphilus (6.06%), dan Bacillus (0.68%). Penurunan tertinggi terjadi pada fraksi yang lebih kompleks, yaitu fraksi aromatik (7,03%), dan diikuti oleh fraksi aspal (3.72%). Hal ini diduga disebabkan oleh dominasi bakteri yang memiliki gen dmpL dan hpaD yang merupakan marka gen degradasi fraksi aromatik pada awal tahap II kultivasi. Hasil ini menunjukkan bakteri indigen pada sumur minyak bumi X Jatibarang terbukti memiliki kemampuan dalam mendegradasi fraksi-fraksi minyak bumi, terutama fraksi berat yang dibutuhkan dalam penerapan in-situ MEOR. Untuk itu kedepannya, dapat dilakukan studi lebih lanjut mengenai optimasi formula nutrisi yang tepat untuk mendukung bakteri-bakteri indigen hidrokarbonoklastik yang telah teridentifikasi, untuk dapat mendukung pertumbuhan bakteri tersebut selama in-situ MEOR berlangsung, agar didapatkan aktivitas degradasi fraksi berat minyak bumi yang lebih tinggi lagi di lapangan.