Penerapan telecommuting atau working from home (WFH) meningkat signifikan di
banyak negara maju, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa
lainnya, sejak diperkenalkan pada 1970-an. Selain itu, negara-negara tersebut
melakukan sebagian besar penelitian konsep tersebut. COVID-19 memaksa
sejumlah besar karyawan di Indonesia untuk bekerja dari rumah (WFH). Akibat
penerapan WFH, mungkin diperlukan adaptasi terhadap sistem jenis baru ini.
Negara berkembang tertinggal dari negara maju dalam hal beradaptasi dengan jenis
pekerjaan ini. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik WFH dan gangguan yang
berbeda di rumah mungkin memiliki efek negatif pada kinerja karyawan.
Supervisor khawatir bahwa telecommuting dapat berdampak buruk pada kinerja
karyawan, terutama bagi mereka yang sudah memiliki masalah kinerja. Akibatnya,
sangat penting untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang kemanjuran WFH
dan pengaruhnya terhadap kinerja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran, dengan studi
korelasional yang mengkaji hubungan antara pelaksanaan WFH dengan prestasi
kerja pegawai di Indonesia pada masa pandemi COVID-19 dan studi fenomenologi
yang menggali esensi fenomena WFH yang dialami pegawai. Temuan
fenomenologis memperkaya analisis studi korelasional. Untuk menguji hipotesis,
kami menggunakan partial least squares-structural equation modeling (PLS-SEM)
untuk menganalisis data dari 545 karyawan yang melakukan WFH selama epidemi
COVID-19 di Indonesia. Kajian kualitatif secara efektif menyoroti pengalaman
umum karyawan melakukan WFH selama pandemi dengan menerapkan
fenomenologi dengan 10 informan dari berbagai sektor usaha.
Studi korelasional menemukan bahwa sementara intensitas WFH, jenis kelamin,
dan perilaku kepemimpinan direktif tidak berkorelasi dengan kinerja karyawan saat
bekerja dari rumah selama pandemi, kompleksitas pekerjaan, saling ketergantungan
pekerjaan, dukungan sosial pekerjaan, dan perilaku kepemimpinan yang
mendukung ada hubungannya. Menurut analisis moderasi, hanya interdependensi
pekerjaan yang memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan jika dikombinasikan
dengan intensitas WFH. Artinya, jika menyangkut pekerjaan yang sangat
bergantung pada fungsi lain, frekuensi WFH menjadi penting dalam hal kinerja.
Studi fenomenologis menetapkan bahwa, meskipun tidak semua tujuan pekerjaan
tercapai, kinerja yang dirasakan saat bekerja dari rumah setara dengan bekerja di
v
kantor, terlepas dari intensitas WFH. Karyawan menghabiskan lebih banyak waktu
untuk berkomunikasi secara virtual selama WFH karena tingginya tingkat saling
ketergantungan pekerjaan dan dukungan sosial, yang mengakibatkan jam kerja
lebih lama dan bahkan terdistorsi. Selain itu, mereka menghadapi berbagai
kesulitan sebagai akibat dari ketergantungan mereka pada data untuk melakukan
tugas mereka. Kemudian, dengan tidak adanya supervisor mereka, yang biasanya
bertanggung jawab untuk mengatur proses kerja, karyawan melihat bahwa
supervisor mereka lebih mendukung dengan menjaga komunikasi dan menerapkan
tingkat kontrol output yang lebih tinggi. Selain itu, berada di rumah meningkatkan
gesekan pekerjaan-keluarga, terutama bagi orang tua yang bekerja. Namun,
ditemukan bahwa fleksibilitas yang dirasakan pekerja menguntungkan ketika
dihadapkan dengan kondisi sebelumnya.
Temuan penelitian ini memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang aplikasi
telecommuting di Indonesia selama pandemi, membantu perusahaan bisnis dalam
merumuskan strategi komprehensif untuk pengaturan kerja ini bahkan setelah era
pandemi berakhir. Menariknya, pengaturan kerja yang fleksibel merupakan salah
satu dari tiga megatrend global