digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Agus Dwi Hariyanto
PUBLIC Open In Flip Book Perpustakaan Prodi Arsitektur

Kabupaten Bima adalah wilayah rawan gempa karena terletak di Pulau Sumbawa yang diapit oleh dua garis patahan gempa, yaitu di sebelah utara dan selatan pulau tersebut. Selain itu, terdapat dua gunung api aktif yaitu Gunung Tambora dan Sangeang. Jadi, gempa tektonik dan vulkanik bisa menjadi ancaman bencana. Kajian tentang adaptabilitas arsitektur vernakular Bima terhadap lingkungannya yang rawan gempa diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mendukung adaptabilitas uma panggu dalam konteks budaya seismik lokal. Penelitian disertasi ini bertujuan yaitu: (1) mengetahui karakteristik bentuk, struktur, dan material uma panggu, dalam konteks budaya seismik lokal; (2) membuktikan efektivitas teknik tradisional pada struktur uma panggu dalam mendukung kinerja strukturnya terhadap gempa; (3) mendapatkan pola adaptabilitas melalui rumusan hubungan kausalitas antara bentuk dan material dengan kinerja strukturnya. Penelitian dengan metode campuran ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Tahap kedua adalah penelitian kuantitatif eksperimental. Kemudian yang ketiga adalah penelitian kuantitatif korelasional. Observasi lapangan dilakukan pada tahap pertama untuk mengidentifikasi karakter bentuk, struktur, dan material uma panggu. Selanjutnya beberapa kayu lokal diuji kekuatan dan ketahanannya. Pemodelan eksperimental menggunakan simulasi digital dilakukan pada penelitian tahap kedua untuk mengetahui efektivitas teknik tradisional. Uji statistik dilakukan pada penelitian tahap ketiga untuk mengetahui hubungan kausal antara bentuk dan material dengan kinerja struktur uma panggu terhadap gempa. Hasil analisis tersebut dirumuskan untuk menentukan pola adaptabilitas. Faktor-faktor yang mendukung adaptabilitas uma panggu adalah sebagai berikut: (1) karakteristik bentuk dan struktur yang adaptif; (2) kualitas material kayu yang dimanfaatkan sesuai kebutuhan; (3) tata letak struktur yang minim eksentrisitas; (4) sinergi antar komponen pada struktur melalui penerapan teknik ceko dan teknik pondasi geser; (5) signifikansi hubungan kausal antara faktor bentuk, material dengan kinerja struktur. Faktor pertama hingga keempat mendukung integrasi bentuk, struktur, dan material dalam eksistensi budaya seismik lokal. Faktor kelima mendukung keterpaduan dalam hubungan sebab akibat antara bentuk, struktur, dan material uma panggu. Karakteristik bentuk dan struktur uma panggu bersifat adaptif terhadap daerah rawan gempa. Denah memiliki bentuk dasar yang sederhana, sehingga lebih stabil saat terjadi gempa. Dinding dengan sistem urai rakit mendukung fleksibilitas tiang saat terjadi gempa. Sinergi antar komponen terjadi pada struktur panggung yang memiliki struktur dan konstruksi yang ajek. Penggunaan pasak kayu pada sambungan antar komponen memungkinkan terjadinya disipasi energi saat terjadi gempa. Kualitas material kayu dimanfaatkan sesuai fungsi struktural dan non struktural, bahkan untuk elemen struktur yang terkecil yaitu pasak. Pasak menggunakan kayu supa (Caesalpinia sappan) dan kayu luhu (Schoutenia ovata). Berat jenis, kuat lentur, dan kuat geser kedua kayu tersebut hampir setara dengan kayu jati (Tectona grandis) tetapi modulus elastisitasnya jauh lebih rendah. Sifat ini menguntungkan karena pasak menjadi tidak mudah patah dan bersifat ulet (ductile). Stabilitas dimensi kayu supa pada arah tangensial dan radial lebih baik bila dibandingkan dengan kayu luhu. Ketahanannya terhadap serangan rayap juga lebih baik. Kayu supa tergolong kelas awet I terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Kayu luhu tergolong kelas awet III untuk serangan rayap tanah dan kelas awet I untuk serangan rayap kayu kering. Temuan ini membuktikan bahwa budaya seismik lokal dalam pemilihan kayu masih eksis dan berkelanjutan. Tata letak struktur bangunan uma panggu minim eksentrisitas. Eksentrisitas berskala kecil terjadi pada arah sumbu Y, yang dominan terjadi pada model 16 tiang. Sinergi antar komponen pada struktur panggung terbukti eksis. Peran batang diagonal (ceko) efektif dan signifikan dalam mengurangi deformasi dan tegangan. Selain itu, rata-rata tegangan maksimum pada model eksisting tidak melebihi tegangan ijin untuk kayu kategori mutu A dengan kelas kuat II. Sistem pondasi dengan tumpuan geser (friction support) menerapkan sistem isolasi seismik sehingga lebih adaptif dan efektif dalam mengurangi tegangan internal bila dibandingkan pondasi jepit (fix support). Oleh karena itu pondasi tiang yang diletakkan pada batu datar efektif mendukung kinerja struktur saat terjadi gempa. Signifikansi hubungan kausalitas membentuk pola keterpaduan bentuk, struktur, dan material yang mendukung adaptabilitas seismik uma panggu. Besar bangunan uma panggu berkolerasi dengan jumlah tiangnya karena jarak antar tiang yang cenderung sama. Jadi semakin banyak jumlah tiang, bobot massa semakin bertambah, maka uma panggu semakin rentan terhadap gempa. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah tiang, semakin ringan bobot massa, maka semakin tinggi adaptabilitas seismiknya. Semakin tinggi bangunan uma panggu maka semakin rentan terhadap terhadap gempa. Sebaliknya semakin rendah bangunan maka semakin adaptif. Penelitian ini berkontribusi pada pengetahuan budaya seismik lokal dari aspek bentuk, struktur, dan material rumah panggung kayu di Indonesia. Selain itu penelitian ini berhasil mengusulkan model prediksi tingkat adaptabilitas seismik uma panggu dalam program aplikasi yang dinamakan PAdLe-UP.