Kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) merupakan salah satu tanaman obat
yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanaman kumis kucing diketahui
memiliki banyak khasiat diantaranya untuk merangsang pengeluaran air seni (diuretik),
membantu menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula darah dan antivirus. Kumis
kucing yang ada di Indonesia terdapat tiga varietas yaitu varietas putih, putih ungu dan ungu.
Senyawa utama yang berperan terhadap aktivitas farmakologis kumis kucing adalah
sinensetin, asam rosmarinat dan eupatorin. Kadar ketiga senyawa tersebut masih rendah,
sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan kadar dengan modifikasi kultur in vitro melalui
kultur suspensi sel yang ditambahkan elisitor dan prekursor. Tanaman kumis kucing varietas
putih ungu dan ungu jumlahnya sudah semakin menurun sehingga perlu juga dilakukan upaya
perbanyakan tanaman secara in vitro (mikropropagasi).
Tahap awal penelitian adalah analisis profil fitokimia dua varietas kumis kucing meliputi
pemantauan profil KLT (kromatografi lapis tipis) dan penetapan kadar asam rosmarinat,
sinensetin dan eupatorin dengan menggunakan KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi).
Peningkatan kadar metabolit sekunder dengan kultur jaringan diawali dengan induksi kalus
pada media dasar MS (Murashige dan Skoog), Gamborg, SH (Schenk dan Hildebrdant) dan
N6 yang ditambahkan zat pengatur tumbuh 2,4-D (asam 2,4-Diklorofenoksiasetat) dengan
variasi konsentrasi 0,4; 1 dan 2 mg/L. Kalus yang berasal dari media SH dikembangkan
menjadi kultur suspensi sel. Modifikasi terhadap kultur suspensi sel dilakukan dengan
penambahan elisitor asam salisilat (14; 70; 140 mg/L), Cu
2+
(30; 40; 50 µM), pektin (0,05;
0,1; 0,2% b/v) dan AgNO3 (80; 100; 120 mol/L), prekursor asam sinamat, asam kumarat,
asam kafeat dan asam ferulat dengan konsentrasi 0,1; 0,5; dan 1 mM. Pengamatan yang
dilakukan terhadap kultur suspensi sel meliputi pertumbuhan, kadar metabolit sekunder dan
aktivitas enzim phenylalanine ammonia-lyase (PAL) dan 4-Coumarate coenzyme A ligase
(4CL). Upaya perbanyakan tanaman secara in vitro (mikropropagasi) dilakukan dengan
induksi tunas pada media MS yang ditambahkan BAP (benzil amino purin) dan NAA
(naphthalene acetic acid). Induksi akar dilakukan pada media MS yang ditambah IBA (Indole
3-butyric acid) 0,5; 0,75 dan 1 mg/L, selanjutnya dilakukan proses aklimatisasi sampai
tanaman berusia 10 bulan. Terhadap tanaman hasil mikropropagasi dilakukan penetapan
kadar metabolit sekunder yang dibandingkan dengan tanaman asli (tipe liar).
Kadar asam rosmarinat dan sinensetin lebih tinggi pada varietas ungu sedangkan kadar
eupatorin tertinggi ada pada varietas putih ungu . Kalus yang berasal dari media SH ditambah
2,4-D 0,4 mg/L mempunyai tekstur yang baik dan teridentifikasi adanya kandungan asam
rosmarinat, sehingga bisa dikembangkan kepada tahap kultur suspensi sel. Penambahan
elisitor Cu
2+
40 ?M dan prekursor asam sinamat 1 mM terhadap kultur suspensi sel yang
berisi media SH + 2,4-D 0,4 mg/L dapat meningkatkan kadar asam rosmarinat dan sinensetin
pada dua varietas kumis kucing. Media MS + BAP 2 mg/L + NAA 3 mg/L dan MS + zeatin
3 mg/L + 2,4-D 2 mg/L dapat menumbuhkan tunas dua varietas kumis kucing dan ketika
dilakukan proses aklimatisasi planlet dapat tumbuh dengan baik sampai usia panen 10 bulan.
Kadar asam rosmarinat dan sinensetin pada dua varietas tanaman kumis kucing hasil kultur in
vitro lebih tinggi daripada tanaman asli (tipe liar).
Kultur suspensi varietas putih ungu yang ditambahkan asam sinamat 1mM menunjukkan
kadar asam rosmarinat dan sinensetin tertinggi dengan nilai 10,22 dan 17,80 mg/g berat
kering. Pada analisis kadar hari ke 17 kultur suspensi kumis kucing varietas putih ungu yang
ditambah asam sinamat 1 mM teramati mengalami peningkatan kadar asam rosmarinat
sebesar 104,4 % dan sinensetin 256,0 %. Pada kultur suspensi varietas ungu yang
dimodifikasi dengan penambahan asam sinamat 1mM, kadar asam rosmarinat tertinggi
teramati pada hari ke 17 (10,67 mg/g berat kering), sedangkan untuk kadar sinensetin
tertinggi terjadi pada hari ke 19 dengan nilai 22,5 mg/g berat kering. Peningkatan kadar asam
rosmarinat sebesar 133,01 % (hari ke 17) dan sinensetin 399,0 % (hari ke 17). Pada kultur
suspensi varietas putih ungu yang ditambah prekursor asam sinamat 1 mM peningkatan
aktivitas enzim PAL dan 4CL terjadi pada hari ke 5 dengan aktivitas maksimal untuk PAL 12
µkat/g protein (hari ke 17) serta 4CL 9,6 µkat/g protein (hari ke 15). Sedangkan pada varietas
ungu peningkatan terjadi mulai hari ke 13 (PAL) dan 11 (4CL) dengan aktivitas maksimal
pada hari ke 17 untuk PAL dengan nilai 4,98 µkat/g protein dan 4CL 5,9 µkat/g protein.
Peningkatan aktivitas enzim PAL dan 4Cl pada kultur suspensi dua varietas kumis kucing
yang ditambah prekusor asam sinamat 1mM sejalan dengan peningkatan kadar metabolit
sekunder. Planlet dua varietas kumis kucing yang berasal media MS + Zeatin 3 mg/L + 2,4-
D 2 mg/L dapat tumbuh dengan baik pada proses aklimatisasi hingga usia 10 Bulan. Kumis
kucing varietas ungu dan putih ungu hasil kultur in vitro mempunyai kadar metabolit
sekunder yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman asal (tipe liar). Kadar asam
rosmarinat, sinensetin dan eupatorin tertinggi ada pada ekstrak etil asetat varietas putih ungu
(kultur in vitro) dengan nilai 1,08%, 1,62% dan 1,66 %b/b, sedangkan pada varietas ungu
1,26, 4,15, 1,54% b/b. Pada ekstrak etil asetat tanaman kumis kucing varietas putih ungu bila
dibandingkan dengan tipe liar terjadi peningkatan kadar asam rosmarinat sebesar 248,38 %,
sinensetin 362,85 % dan eupatorin 76,59 %. Terjadi peningkatan pula pada ekstrak etil asetat
tanaman kumis kucing varietas ungu hasil kultur in vitro dengan peningkatan sebesar 41,57
% untuk asam rosmarinat, sinensetin 371,59 % dan eupatorin 340%. Hasil penelitian ini bisa
menjadi dasar pengembangan produksi metabolit sekunder dan bibit tanaman kumis kucing
yang mempunyai kualitas lebih baik serta dalam skala yang lebih besar menggunakan
bioreaktor.