digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terbesar yang saat ini masih dihadapi di seluruh dunia. Perkembangan resistensi antibiotik dapat dikendalikan melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Sebelum dilakukan perbaikan penggunaan antibiotik, evaluasi terhadap penggunaan antibiotik yang telah diberikan perlu dilakukan. Penelitian terkait penggunaan antibiotik pada pasien bedah di Indonesia masih terbatas. Dari beberapa penelitian yang ada, sebagian besar penggunaan antibiotik pada pasien bedah masih belum bijak. Penggunaan antibiotik pada pasien bedah ditujukan untuk mencegah (sebagai profilaksis) maupun mengatasi infeksi yang terjadi (sebagai terapi). Penggunaan antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan definitif. Antibiotik empiris digunakan pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya, sementara antibiotik definitif digunakan pada kasus infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Penelitian ini dilakukan dengan desain studi analisis deskriptif observasional menggunakan data retrospektif tahun 2019 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik empiris dan definitif serta hubungan ketepatan penggunaannya terhadap luaran terapi pada pasien bedah. Evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif dilakukan dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD), melalui perhitungan DDD/100 patient-days, untuk menentukan jumlah penggunaan antibiotik terbanyak pada pasien bedah. Semakin kecil kuantitas penggunaan antibiotik menunjukan penggunaan antibiotik yang lebih bijak. Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif dilakukan menggunakan metode Gyssens, untuk menilai kualitas penggunaan antibiotik yang kemudian dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam meningkatkan penggunaan antibiotik yang bijak pada pasien bedah. Analisis hubungan ketepatan penggunaan antibiotik dengan luaran terapi ditentukan dengan uji statistik Chi-Square dengan taraf signifikansi 5% yang diolah menggunakan aplikasi IBM SPSS 23. Hasil evaluasi kuantitatif menunjukkan bahwa DDD/100 patient-days terbanyak yaitu seftriakson sebesar 17,39 DDD/100 patient-days. Kuantitas penggunaan seftriakson telah menurun dibandingkan penelitian pada tahun 2015 (72,692 DDD/100 patient-days) dan 2016 (71,194 DDD/100 patientdays). Hasil evaluasi kualitatif menunjukkan bahwa terdapat 46,75% penggunaan antibiotik yang telah tepat, sementara 53,25% penggunaan antibiotik belum tepat, yang terdiri dari kategori VI (4,88%), kategori V (19,97%), kategori IVa (7,25%), kategori IVb (0,3%), kategori IVc (3,25%), kategori IVd (0,89%), kategori IIIa (4,73%), kategori IIIb (9,47%), kategori IIa (1,92%), dan kategori IIb (0,74%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketepatan penggunaan antibiotik empiris dan definitif terhadap luaran terapi ‘sembuh’pada pasien bedah (p=0,005). Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya perlu dilakukan langkah perbaikan penggunaan antibiotik sehingga penggunaan antibiotik dapat lebih bijak serta luaran terapi pada pasien bedah yang mengalami infeksi dapat lebih optimal di masa yang akan datang.