Resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terbesar
yang saat ini masih dihadapi di seluruh dunia. Perkembangan resistensi antibiotik
dapat dikendalikan melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Sebelum dilakukan
perbaikan penggunaan antibiotik, evaluasi terhadap penggunaan antibiotik yang
telah diberikan perlu dilakukan. Penelitian terkait penggunaan antibiotik pada
pasien bedah di Indonesia masih terbatas. Dari beberapa penelitian yang ada,
sebagian besar penggunaan antibiotik pada pasien bedah masih belum bijak.
Penggunaan antibiotik pada pasien bedah ditujukan untuk mencegah (sebagai
profilaksis) maupun mengatasi infeksi yang terjadi (sebagai terapi). Penggunaan
antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan definitif. Antibiotik empiris
digunakan pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
penyebab dan pola kepekaannya, sementara antibiotik definitif digunakan pada
kasus infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi analisis deskriptif observasional
menggunakan data retrospektif tahun 2019 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik empiris dan definitif serta hubungan
ketepatan penggunaannya terhadap luaran terapi pada pasien bedah. Evaluasi
penggunaan antibiotik secara kuantitatif dilakukan dengan metode Anatomical
Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD), melalui perhitungan
DDD/100 patient-days, untuk menentukan jumlah penggunaan antibiotik terbanyak
pada pasien bedah. Semakin kecil kuantitas penggunaan antibiotik menunjukan
penggunaan antibiotik yang lebih bijak. Evaluasi penggunaan antibiotik secara
kualitatif dilakukan menggunakan metode Gyssens, untuk menilai kualitas
penggunaan antibiotik yang kemudian dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam
meningkatkan penggunaan antibiotik yang bijak pada pasien bedah. Analisis
hubungan ketepatan penggunaan antibiotik dengan luaran terapi ditentukan dengan
uji statistik Chi-Square dengan taraf signifikansi 5% yang diolah menggunakan
aplikasi IBM SPSS 23. Hasil evaluasi kuantitatif menunjukkan bahwa DDD/100
patient-days terbanyak yaitu seftriakson sebesar 17,39 DDD/100 patient-days.
Kuantitas penggunaan seftriakson telah menurun dibandingkan penelitian pada
tahun 2015 (72,692 DDD/100 patient-days) dan 2016 (71,194 DDD/100 patientdays). Hasil evaluasi kualitatif menunjukkan bahwa terdapat 46,75% penggunaan
antibiotik yang telah tepat, sementara 53,25% penggunaan antibiotik belum tepat,
yang terdiri dari kategori VI (4,88%), kategori V (19,97%), kategori IVa (7,25%),
kategori IVb (0,3%), kategori IVc (3,25%), kategori IVd (0,89%), kategori IIIa
(4,73%), kategori IIIb (9,47%), kategori IIa (1,92%), dan kategori IIb (0,74%).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara ketepatan penggunaan antibiotik empiris dan definitif terhadap luaran terapi
‘sembuh’pada pasien bedah (p=0,005). Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya
perlu dilakukan langkah perbaikan penggunaan antibiotik sehingga penggunaan
antibiotik dapat lebih bijak serta luaran terapi pada pasien bedah yang mengalami
infeksi dapat lebih optimal di masa yang akan datang.