digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Budi Yuliadi Nugraha
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza



BAB 3 Budi Yuliadi Nugraha
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Budi Yuliadi Nugraha
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Budi Yuliadi Nugraha
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia menghasilkan hampir 8000 ton sampah kota setiap hari yang masuk ke TPA Bantargebang, yang kapasitasnya akan segera penuh jika tidak ada perluasan TPA atau solusi lainnya. Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan salah satu solusi untuk mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA dengan mengubah sampah menjadi energi terbarukan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri padat energi, seperti Industri Semen. Provinsi DKI Jakarta merencanakan untuk membangun Pabrik pengolahan sampah menjadi RDF dari 2000 ton per hari sampah di Bantargebang untuk menghasilkan total 750 ton per hari produk RDF pada tahun 2023. Sebagai bagian dari komitmen perusahaan untuk memberikan solusi masa depan yang berkelanjutan, PT Bumi Sejahtera Tbk sebagai salah satu perusahaan semen yang beroperasi di Indonesia, merupakan off-taker yang potential tetapi saat ini memiliki kapasitas yang rendah untuk menyerap produk RDF tidak lebih dari 100 ton per hari dalam proses produksi semen. PT Bumi Sejahtera Tbk perlu meningkatkan pemanfaatan RDF di pabrik semennya untuk menyerap volume RDF yang lebih tinggi yang dihasilkan oleh Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2023. Ini akan menjadi penelitian utama dalam tugas akhir ini untuk mengeksplorasi potensi tantangan dalam meningkatkan pemanfaatan RDF dan memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk menyerap volume RDF lebih tinggi yang akan dihasilkan oleh Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dan sesi brainstorming selama Forum Group Discussion (FGD), tantangan potensial dalam meningkatkan pemanfaatan RDF di pabrik semen adalah keterbatasan infrastruktur/fasilitas, karakteristik bahan bakar RDF yang kompleks yang memerlukan penyesuaian kemampuan proses Kiln, lingkungan dan regulasi, potensi masalah ke masyarakat sekitar pabrik serta investasi. Untuk memungkinkan pemanfaatan RDF yang lebih tinggi di salah satu Pabrik Semen di Jawa Barat, perusahaan perlu melakukan investasi besar yang diperlukan untuk melakukan debottlenecking Kiln dan peningkatan infrastruktur/fasilitas yang membutuhkan investasi tinggi. Dengan peningkatan ini, perusahaan dapat menyerap RDF dari DKI Jakarta dengan volume maksimum 500 ton/hari sebagai opsi skenario terbaik dibandingkan dengan skenario volume tinggi 750 ton/hari dikarenakan batasan teknis di proses produksi semen. Berdasarkan Fishbone dan Five Whys Analysis, masalah utama dalam peningkatan pemanfaatan RDF di Pabrik Semen yang urgensinya tinggi untuk diselesaikan adalah mengenai keterbatasan investasi, karena perusahaan tidak dalam kondisi keuangan yang cukup kuat sehingga membatasi pengeluaran Capexnya. Dalam solusi bisnis, fokus penelitian ini untuk mencari kemungkinan opsi pembiayaan eksternal untuk membiayai proyek, sedangkan dana internal akan digunakan sebagai pelengkap jika Perusahaan tidak dapat memperoleh dana penuh dari sumber pembiayaan eksternal. Terdapat 3 alternatif pilihan yang dieksplorasi dalam penelitian ini yaitu Pinjaman (Opsi A), Kemitraan Strategis (Opsi B) dan Hibah (Opsi C). Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk memprioritaskan pemilihan opsi pembiayaan investasi. AHP banyak digunakan di berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan keuangan karena masalah kompleks yang melibatkan sejumlah kriteria yang saling bertentangan, termasuk kriteria kuantitatif dan kualitatif, yang perlu untuk dipertimbangkan. Kriteria pengambilan keputusan terdiri dari kriteria finansial dan non-finansial yang meliputi NPV, IRR, Ukuran Dana, Akses Keuangan, Waktu dan Risiko/Manfaat. Pemilihan kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada kombinasi dari tinjauan pustaka, kebijakan internal perusahaan, dan Forum Group Discussion (FGD). Berdasarkan hasil perhitungan AHP dari perbandingan berpasangan dan evaluasi keuangan, Opsi C (Hibah) memiliki perhitungan prioritas akhir tertinggi dengan 0,396 (39,6%), diikuti dengan Opsi B (0,349/34,9%) dan Opsi A sebagai prioritas terendah (0,256/25,6%). Hasil kontribusi utama Opsi C berasal dari subkriteria NPV (0,673/67,3%), IRR (0,619/61,9%) dan Risk/Benefit (0,496/49,6%). Dari analisis sensitivitas kriteria, jika prioritas lokal kriteria finansial dan non finansial memiliki bobot yang sama, peringkat prioritasnya masih sama dimana Opsi C memiliki perhitungan prioritas akhir tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan awal memiliki tingkat keputusan yang kuat. Asumsi suku bunga pada Opsi A dan Opsi B cukup sensitif terhadap dampak pemilihan prioritas alternatif secara keseluruhan. Kemampuan perusahaan untuk mengakses pembiayaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah akan menentukan prioritas pemilihan alternatif secara keseluruhan. Walaupun investasi untuk peningkatan kapasitas cukup tinggi dan membutuhkan pengembalian yang lebih lama, perusahaan harus melakukan investasi tersebut karena sejalan dengan target perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan untuk mengurangi emisi CO2 dan akan menjadi bagian dari keunggulan kompetitif perusahaan terutama dalam situasi industri semen saat ini, yang sedang menghadapi situasi ultrakompetitif di pasar semen.