Program revolusi hijau pada awal tahun 1960-an memperkenalkan bibit padi unggul, pupuk kimia dan pestisida, hullers, hand tractor dan alat pertanian lainnya yang menyebabkan tatanan pertanian tradisional banyak berubah. Penggunaan input eksternal secara intensif atau umumnya disebut high external input agriculture (HEIA) sejalan dengan diperkenalkannya revolusi hijau nyatanya dapat berpengaruh negatif terhadap lingkungan dan sosial ekonomi petani. Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah satu yang menolak mengaplikasikan revolusi hijau dan tetap menjaga pertanian leluhur, saat ini Kasepuhan Ciptagelar memiliki sekitar 43 jenis pare rurukan (padi pokok) dan 168 jenis padi hasil silang dari pare rurukan. Kearifan lokal budidaya pertanian padi di Kasepuhan Ciptagelar sesuai dengan tradisi leluhur atau melaksanakan ajaran tatali paranti karuhun, budidaya pertanian padi yang dilakukan yaitu sawah dan huma. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberlanjutan sistem pertanian padi berbasis kearifan lokal di Kasepuhan Ciptagelar dan menyusun strategi keberlanjutan sehingga sejalan dengan agenda SDGs (Sustainable Development Goals) tahun 2030.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung dari lapangan berupa hasil kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi dengan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar menggunakan metode SAFA (Sustainability Assessment of Food and Agriculture systems). Dari dokumentasi data primer yang didapatkan, dilakukan analisis daya dukung lahan pertanian sebagai data pendukung. Data sekunder merupakan data tidak langsung dari lapangan yang didapatkan dari instansi terkait yakni Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Common Room, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Badan Pusat Statistika dan studi literatur. Analisis SWOT dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) digunakan untuk menyusun strategi keberlanjutan.
Hasil analisis menunjukan keberlanjutan pertanian padi di Kasepuhan Ciptagelar dapat dikatakan berkelanjutan ditunjukan dengan 54,5% dari 44 indikator yang ditinjau bernilai good, 41% bernilai limited dan 4,5% bernilai unaccepted. Sementara daya dukung lahan pertanian padi berada di kriteria kelas II (daya dukung lahan pertanian padi optimal) dan jumlah penduduk optimal (JPO) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk sebenarnya. Strategi yang dihasilkan yakni: (a) memanfaatkan keunggulan wilayah, kemajuan teknologi informasi dan potensi masyarakat untuk memperluas jaringan pasar untuk produk non-padi dan meningkatkan hasil pertanian padi yang berkelanjutan (jangka panjang); (b) pengembangan produksi padi berdasarkan prinsip good agriculture practice dan disesuaikan dengan hukum adat untuk memperoleh produktivitas yang lebih tinggi namun tetap menjaga kondisi lingkungan (jangka menengah); (c) menyelaraskan pertanian padi dan non-padi, dan pemberian nilai tambah lainnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, akses terhadap pendanaan dan potensi masyarakat (jangka pendek).